0
BELAJAR DARI AGUS MUSTOFA
Posted by Unknown
on
03.26
in
Corat-Coret
Pada hari Sabtu, 1 Nopember 2014, saya ditakdirkan Allah untuk
menghadi acara yang sangat bermanfaat bagi diri saya pribadi, yaitu peluncuran
dan bedah buku “Segalanya Satu”, serial diskusi tasawuf yang ke-40 karangan
Agus Mustofa. Bertempat di Perpustakaan Kota Malang pada pukul 10.00 sampai
dengan pukul 13.00 WIB, acara tersebut berlangsung dengan santai, walau harus
banyak peserta diskusi yang berdiri karena sempitnya ruangan dan kurangnya
kursi duduk.
Sosok Agus Mustofa
Baru pertama kali ini saya bertatap muka
secara langsung dengan Agus Mustofa, penulis produktif yang telah menulis lebih
dari 50 buku selama belasan tahun belakangan. Sebelumnya saya tahu sosok Agus
Mustofa ini dari teman, koran dan buku, terutama karena kontroversialnya dirinya
saat menulis buku “Ternyata Akhirat tidak Kekal”. Agus Mustofa lahir di Malang
dari keluarga religius, tepatnya ia adalah anak dari seorang mursyid tarekat
yang bernama Djapri Karim yang hidup sezaman dengan Bung Karno. Jadi, sejak
kecil Agus Mustofa sudah kental dengan diskusi-diskusi tasawuf dengan ayahnya.
Akan tetapi yang berbeda dari kebanyakan anak kiai adalah ia tidak melanjutkan
pendidikannya di pesantren atau madrasah, tapi di sekolah umum, yaitu SMP dan
SMA di Malang kemudian melanjutkan ke S1 jurusan Teknik Nuklir di Universitas
Gajah Mada (UGM) Yogyakarta. Selesai kuliah S1 ia tidak melanjutkan kuliah lagi
atau bekerja di bidang keahliannya, karena menurutnya pemerintah kurang
mengakomodir industri nuklir di tanah air, sehingga karirnya ke depan di sana
tidak akan menjanjikan. Karena itulah ia memutuskan untuk berkarir sebagai
wartawan di Jawa Pos, asuhan Dahlan Iskan. Agus Mustofa banyak belajar menjadi
jurnalis yang baik darinya. Setelah bertahun-tahun di Jawa Pos, bahkan sampai
pada jabatan kepala bagian, ia merasa bukan di sini panggilan jiwanya, karena
banyak kegelisahannya mengenai keterpurukan umat Islam yang belum terjawab dan
ingin dicari jalan keluarnya. Akhirnya, ia memutuskan untuk keluar dari Jawa
Pos sebagai jurnalis. Akan tetapi, ia belajar banyak dalam dunia tulis-menulis
dan manajemen penerbitan selama menjadi wartawan. Ia sampai pada keputusan
menggabungkan semua keahlian yang dimilikinya sejak kecil, kemampuan tasawuf,
ilmu sains yang diperoleh di bangku kuliah dan kemampuan tulis-menulisnya dari
Jawa Pos. Ia memutuskan untuk menjadi penulis diskusi agama dengan prespektif
ilmu sains, untuk memberikan tawaran solusi dan merubah mindset tradisional
umat Islam pada umumnya dalam memahami agama. Kemudian ia mendirikan perusahaan
penerbitan “PADMA Press” dimana ia menerbitkan sendiri semua tulisannya yang
semuanya berjumlah sekitar 50-an buku, di mana 1 s/d 40 adalah serial diskusi
tasawuf yang ia susun di mana kebanyakan
bertema tentang tauhid.
Belajar dari Agus Mustofa
Dari perjalanan hidup Agus Mustofa yang
penuh lika-liku ini kiranya banyak hal yang bisa diambil hikmahnya. Pertama,
melalui salah satu karangannya yang ke-40 ini yang berjudul “Segalanya Satu”
dapat kita ketahui bahwa ia telah dapat melakukan “integrasi ilmu”. Ia
mengintegrasikan pemahaman dan penghayatan tauhid Islam melalui prespektif ilmu
sains yang diantaranya adalah ilmu biologi, fisika, kimia dan astronomi. Dimana
dari ayat-ayat Al-Qur’an tentang Keesa’an Allah (Tauhid), ia dapat
melogikakannya secara ilmiah melalui analisis ilmu sains. Kedua, yang
sulit ditiru adalah keuletannya dalam menulis. Dia mengatakan, setiap tiga
bulan sekali paling tidak ada satu buku
yang ia selesaikan. Berarti dalam satu Tahun ia dapat menghasilkan empat buah
buku. Ia mengatakan, untuk bisa menulis kita harus selalu merasa gelisah
terhadap fenomena yang terjadi. Berbekal kegelisahan itu, inspirasi tentang
tema permasalahan akan muncul dan menjadi banyak sekali tulisan. Ketiga, adalah
keberaniannya mengungkapkan interpretasi atas ayat-ayat Al-Qur’an yang ia
bahas. Berbekal ilmu sains, ia memberikan pemahaman makna tauhid yang hanya
dapat diyakini sebagai doktrin, menjadi rasional dan logis untuk dijadikan
sebuah keyakinan. Ia selalu menjelaskan, bahwa orang yang berilmu pengetahuan
luas akan lebih dapat menghayati keimananya secara lebih mendalam, karena
semakin mutakhir ilmu pengetahuan maka semakin dekat pula pembuktian bahwa
Allah itu Tunggal. Walaupun begitu, ada pula kekurangan dalam buku-buku Agus
Mustofa. Antara lain adalah ia tidak mencantumkan footnote atau innote
terhadap sajian data yang ia paparkan, baik berupa redaksi tulisan maupun
gambar skema. Kemudian di bagian belakang juga tidak terdapat daftar rujukan atau
daftar pustaka yang bisa dilacak oleh pembaca. Hal ini menjadikan buku-buku
Agus Mustofa belum sempurna untuk dijadikan sebagai literatur akademik.
Padahal, uraian analisis Agus Mustofa sangat tajam dan dalam. Seandainya
penyajian data itu lengkap dengan daftar rujukan, maka akan menjadikan buku
Agus Mustofa lebih sempurna. Di balik semua itu, Agus Mustofa adalah orang Jawa
Timur yang menjadi aset bangsa Indonesia, khususnya umat Islam di negeri ini. Dia
adalah seorang yang paham ilmu agama dan paham akan perkembangan sains modern,
kemudian memadukan keduanya dalam memantapkan tauhid umat Islam. Ini juga bisa
menjadi model pengembangan integrasi ilmu yang hari ini sedang hangat
dikembangkan di Universitas Islam Negeri (UIN) se-Indonesia.
Posting Komentar