0

Nilai-Nilai Aswaja dan Urgensinya

Posted by Unknown on 17.10 in
Pengertian Aswaja
Ahl al-sunnah wa al-jama’ah atau yang lebih dikenal dalam kalangan NU (Nahdhatul Ulama’) dengan singkatan “aswaja” atau “sunni” adalah salah satu aliran teologi dalam Islam yang terlahir dari sebagai respon kepada madzhab teologi mu’tazilah yang melahirkan pertentangan sengit antara aliran qadariyah dan jabariyah. Kalangan nahdliyyin berpijak pada hadits Nab Muhammad Saw. yang diriwayatkan oleh Tabrani dan Tirmidzi. Pertama, Rasulullah bersabda: Demi Dzat, yang jiwaku ada dalam genggamanNya, umatku adakan pecah menjadi 73 golongan; satu masuk surge dan 72 masuk neraka. Seorang sahabat bertanya: Siapa itu Ya Rasul? Jawab Nabi: I addalah golongan Ahlussunnah wal Jama’ah (HR. Thabrani). Kedua, Rasulullah bersabda: Umatku akan pecah menjadi 73 golongan, Satu selamat (masuk surga) dan lainnya rusak (masuk neraka). Sahabat bertanya: Siapakah yang selamat itu Ya Rasul? Jawab Nabi: Golongan Ahlussah wal Jama’ah. Seorang sahabat lain bertanya: Siapakah golongan Ahlussunnah wal Jama’ah itu? Jawab Nabi: Yang sekarang bersamaku dan sahabat-sahabatku.[1]
Sebelum pembahasan lebih jauh, maka hal pertama yang harus kita pahami adalah pengertian dari terma “ahl al-sunnah wa al-jama’ah” itu sendiri. Ahlussunnah wal jama’ah sendiri terdiri dari tiga kata, yaitu “ahlun”, “al-sunnah” dan “al-jama’ah”. Ahl berarti keluarga, golongan atau pengikut. Sedangkan al-sunnah berarti segala sesuatu yang telah diajarkan oleh Rasulullah Saw. Maksudnya adalah semua yang datang dari Nabi Muhammad Saw. yang berupa perbuatan (fi’l), ucapan (qaul) dan pengakuan (taqrir) Nabi Muhammad Saw. Kemudian al-jama’ah adalah apa yang telah disepakati oleh para sahabat Rasulullah Saw. pada masa al-khulafa’ al-rasyidun (Khalifah Abu Bakar, Umar bin Khattab, Utsman bin Affan, dan Ali bin Abi Thalib).[2] Jadi, ahl al-sunnah wa al-jama’ah merupakan ajaran yang mengikuti semua yang telah dicontohkan oleh Nabi Muhammad Saw. dan para sahabatnya. Dengan demikian, maka tingkat kebenaran dan orisinalitas ajaran agama Islam akan terjaga kemurniannya melalui sanad yang terus bersambung antara masa sahabat sampai dengan Rasulullah Saw.
Pendiri madzhab teologi ahl al-sunnah wa al-jama’ah adalah Abu Hasan ‘Ali bin Isma’il al-‘Asy’ari (la hir di Bashrah 260 H/874 M dan wafat 324H/936 M) yang bermadzhab syafi’i dan Abu Manshur Muhammad bin Muhammad bin Mahmud al –Maturidi (lahir di daerah Maturid abad ke 9 M dan wafat 944 M) dari madzhab hanafi.[3] Imam Asy’ari awalnya adalah pengikut setia Mu’tazilah yang juga murid al-Juba’i (tokoh penting Mu’tazilah) selama 40 Tahun. Hal yang menjadi penyebabnya adalah ketidakpuasannya atas jawaban pertanyaan dari gurunya yang meliputi masalah kedudukan orang mukmin, kafir dan anak kecil di akhirat nanti. Setelah itu ia merenung kurang lebih selama 15 hari dan hasilnya, ia memproklamirkan telah keluar dari madzhab Mu’tazilah. Pemikiran Asy’ariyah muncul sebagai kritik atas aliran Mu’tazilah.[4] Sedangkan al-Maturidi memiliki ajaran yang selaras dengan al-Asy’ari, perbedaannya hanya dalam fiqh-nya saja dan tantangan Imam al-Maturidi saat itu bukan hanya Mu’tazilah, akan tetapi juga aliran Mujassimah, Qaramithah, dan Jahmiyyah. Selain itu juga kelompok agama lain seperti Yahudi, Majusi dan Nasrani.[5] Kedua tokoh ini menjadi tokoh sentral dalam madzhab ahl al-sunnah wa al-jama’ah sebagai solusi jalan tengah (tawassuth) dalam perdebatan antara kelompok Jabariyah dan Qodariyah.

Nilai-Nilai Aswaja dalam Kehidupan
Dari sikap yang ditunjukkan oleh al-‘Asy’ari dan al-Maturidi ini kemudian dirumuskan beberapa nilai-nilai ahl al-sunnah wa al-jama’ah yang berlaku di kalangan NU (Nahdlatul Ulama’), yaitu: tawassuth, tawazun, tasamuh, dan i’tidal yang dijadikan pedoman dalam bertindak di segala aspek kehidupan. Adapun perinciannya sebagai berikut:[6]
Pertama, nilai tawassuth, yaitu jalan tengah, tidak ekstrem kanan atau kiri. Dalam paham Ahlussunnah wal Jama'ah, baik di bidang hukum (syari’ah) bidang akidah, maupun bidang akhlak, selalu dikedepankan prinsip tengah-tengah. Juga di bidang kemasyarakatan selalu menempatkan diri pada prinsip hidup menjunjung tinggi keharusan berlaku adil, lurus di tengah-tengah kehidupan bersama, sehingga ia menjadi panutan dan menghindari segala bentuk pendekatan ekstrem.dengan sikap dan pendirian. Sebagaimana firman Allah Swt:
“Dan demikian (pula) Kami telah menjadikan kamu (umat Islam), umat yang adil dan pilihan agar kamu menjadi saksi atas (perbuatan) manusia dan agar Rasul (Muhammad) menjadi saksi atas (perbuatan) kamu. Dan Kami tidak menetapkan kiblat yang menjadi kiblatmu (sekarang) melainkan agar Kami mengetahui (supaya nyata) siapa yang mengikuti Rasul dan siapa yang membelot. Dan sungguh (pemindahan kiblat) itu terasa amat berat, kecuali bagi orang-orang yang telah diberi petunjuk oleh Allah; dan Allah tidak akan menyia-nyiakan imanmu. Sesungguhnya Allah Maha Pengasih lagi Maha Penyayang kepada manusia”. (Al-Baqarah: 143). 
Tawassuth merupakan landasan dan bingkai yang mengatur bagaimana seharusnya kita mengarahkan pemikiran kita agar tidak terjebak pada pemikiran agama an sich. Dengan cara menggali & mengelaborasi dari berbagai metodologi dari berbagai disiplin ilmu baik dari Islam maupun Barat. Serta mendialogkan agama, filsafat dan sains agar terjadi keseimbangan, tetap berpegang teguh pada nilai-nilai agama dengan tidak menutup diri dan bersikap konservatif terhadap modernisasi.
Kedua, nilai tawazun, yakni menjaga keseimbangan dan keselarasan, sehingga terpelihara secara seimbang antara kepentingan dunia dan akhirat, kepentingan pribadi dan masyarakat, dan kepentingan  masa kini dan masa datang. Keseimbangan di sini adalah bentuk hubungan yang tidak berat sebelah (menguntungkan pihak tertentu dan merugikan pihak yang lain). Tetapi, masing-masing pihak mampu menempatkan dirinya sesuai dengan fungsinya tanpa mengganggu fungsi dari pihak yang lain. Hasil yang diharapkan adalah terciptanya kedinamisan dalam hidup. Firman Allah Swt:
 “Sesungguhnya Kami telah mengutus rasul-rasul Kami dengan membawa bukti-bukti yang nyata dan telah Kami turunkan bersama mereka Al Kitab dan neraca (keadilan) supaya manusia dapat melaksanakan keadilan…….” (Al-Hadid: 25).
Keseimbangan menjadikan manusia bersikap luwes tidak terburu-buru menyimpulkan sesuatu, akan tetapi melalui kajian yang matang dan seimbang, dengan demikian yang diharapkan adalah tindakan yang dilakukan adalah tindakan yang paling tepat sesuai dengan kebutuhan dan kepentingannya.
Ketiga, nilai tasamuh, yaitu bersikap toleran terhadap perbedaan pandangan, terutama dalam hal-hal yang bersifat furu'iyah, sehingga tidak terjadi perasaan saling terganggu, saling memusuhi, dan sebaliknya akan tercipta persaudaraan yang islami (ukhuwwah islamiyyah) dengan mentoleransi perbedaan yang ada bahkan pada keyakinan sekalipun. Tidak dibenarkan kita memaksakan keyakinan apalagi hanya sekedar pendapat kita pada orang lain, yang dianjurkan hanya sebatas penyampaian saja yang keputusan akhirnya diserahkan pada otoritas individu dan hidayah dari Tuhan. Dalam diskursus sosial-budaya, Ahlussunnah wal Jama'ah banyak melakukan toleransi terhadap tradisi-tradisi yang telah berkembang di masyarakat, tanpa melibatkan diri dalam substansinya, bahkan tetap berusaha untuk mengarahkannya. Formalisme dalam aspek-aspek kebudayaan dalam pandangan Ahlussunnah wal Jama'ah tidaklah memiliki signifikansi yang kuat. Karena itu, tidak mengherankan jika dalam tradisi kaum Sunni terkesan hadirnya wajah kultur Syi'ah atau bahkan Hinduisme. Hal ini pula yang membuatnya menarik banyak kaum muslimin di berbagai wilayah dunia. Pluralistiknya pikiran dan sikap hidup masyarakat adalah keniscayaan dan ini akan mengantarkannya kepada visi kehidupan dunia yang rahmat di bawah prinsip ketuhanan.
Keempat, nilai i’tidal (adil, tegak lurus atau menempatkan sesuatu pada tempatnya). Dalam al-Qur’an disebutkan:
 “Hai orang-orang yang beriman hendaklah kamu jadi orang-orang yang selalu menegakkan (kebenaran) karena Allah, menjadi saksi dengan adil. Dan janganlah sekali-kali kebencianmu terhadap sesuatu kaum, mendorong kamu untuk berlaku tidak adil. Berlaku adillah, karena adil itu lebih dekat kepada takwa. Dan bertakwalah kepada Allah, sesungguhnya Allah Maha Mengetahui apa yang kamu kerjakan.” (Al-Maidah: 8).
       Menempatkan sesuatu pada tempatnya ini asalah salah satu tujuan dari syari’at. Dalam bidang hukum, suatu tindakan yang salah harus dikatakan salah, sedangkan hal yang benar harus dikatakan benar, kemudian diberikan konsekuensi hukuman yang tepat sesuai dengan pelanggaran yang dilakukan. Dalam kehidupan sosial, rakyat sebagai komponen yang paling penting dalam negara demokrasi harus mendapatkan keadilan dari pemerintah sesuai dengan hak-haknya dengan terimplementasikannya Undang-Undang sebagaimana mestinya tanpa diskriminasi. Perjuangan menuju keadilan sosial harus terus dikawal sesuai dengan pesan luhur pancasila.
Jika empat prinsip ini diperhatikan secara seksama, maka dapat dilihat bahwa ciri dan inti ajaran Ahlussunnah wal Jama'ah adalah pembawa rahmat bagi alam semesta (rahmatan lil ‘alamin). Sikap moderasi yang tercermin dalam empat nilai di atas harus dijadikan pedoman dalam berpikir, bersikap dan bertindak dalam segala hal yang menyangkut agama dan segala aspek sosial yang lainnya.

Urgensi Membumikan Nilai Aswaja
Menurut hemat penulis, penting (urgensi)-nya membumikan nilai-nilai aswaja ini dalam dunia pergerakan dan kaderisasi ada dua hal, pertama adalah ideologisasi dan internaslisasi nilai-nilai aswaja ini dalam diri pribadi setiap kader NU/PMII dan yang kedua adalah menjadikan nilai-nilai aswaja yang sudah tertanam ini menjadi dasar dan basis kekuatan dalam melahirkan gerakan-gerakan sosial dalam menjawab tantangan permasalahan kontemporer. Sebagaimana kaidah ushuliyah yang sangat populer di kalangan pesantren “Al-Muhafadhatu ala al-Qadim al-Shalih wa al-Akhdzu bi al-Jadid al-Ashlah” (menjaga tradisi lama yang baik dan mengambil hal-hal baru yang lebih baik).
     Tidak dapat dipungkiri bahwa NU/PMII dihadapkan pada tantangan banyaknya gerakan-gerakan Islam militan transnasional yang selalu melakukan penyebaran ideologinya dengan tidak segan-segan melakukan infiltraisi pada kelompok-kelompok Islam moderat lainnya. Selain itu juga kita dihadapkan pada tantangan global persaingan ekonomi lintas batas. Tidak dapat dipungkiri dengan banyaknya masuk pengusaha-pengusaha asing dari luar negeri nantinya akan membawa pula nilai-nilai baru yang dapat mengancam kearifan lokal Indonesia. Ini semua perlu dirumuskan dalam langkah-langkah gerakan strategis dengan selalu berbasis pada intelektualitas, dan mahasiswa maupun akademisi mengambil peran penting dalam hal ini.  
Wallahu A’lam.



[1] Dua hadits ini dikutip dari kitab aslinya oleh Munawwir Abdul Fattah, Tradisi Orang-Orang NU, Cet. IX, (Yogyakarta: LKiS, 2012), hlm. 8-10.
[2] Lihat dalam Muhyiddin Abdusshomad, Fiqh Tradisionalis: Jawaban atas Pelbagai Persoalan Keagamaan Sehari-hari, Cet. VI, (Surabaya: Khalista, 2004), hlm. 1-3.
[3] Lihat dalam Muhyiddin Abdusshomad, Fiqh Tradisionalis…….hlm. 16 dan 21.
[4] Lihat dalam Harun Nasution, Teologi Islam; Aliran-Aliran, Sejarah, Analisa Perbandingan, Eds. 2, (Jakarta: UI Press, 2002), hlm. 66-67.
[5] Tim Penyusun, Aswaja An-Nahdliyah; Ajaran Ahlussunnah wa al-Jama’ah yang berlaku di lingkungan Nahdlatul Ulama’, Cet. 3, (Surabaya: Khalista, 2009), hlm. 15.
[6] Disarikan dan dielaborasi dari Muhyiddin Abdusshomad, Fiqh Tradisionalis: Jawaban atas Pelbagai Persoalan Keagamaan Sehari-hari, Cet. VI, (Surabaya: Khalista, 2004), dan Tim Penyusun, Aswaja An-Nahdliyah; Ajaran Ahlussunnah wa al-Jama’ah yang berlaku di lingkungan Nahdlatul Ulama’, Cet. 3, (Surabaya: Khalista, 2009).

0

An-Nur; Lentera di Tengah Kegelapan

Posted by Unknown on 01.12 in
Teng….Teng….Teng……
Pagar besi yang berkarat itu
Beradu dengan sesosok gembok besar
Timbullah dentuman keras…….
Memecah kesunyian malam yang tenang
                        Seorang Kyai yang bersahaja itu
                        Dengan langkah lebarnya
                        Membangunkan puluhan mayat yang terkapar
                        Lelap dalam buaian  sang malam
Sontak suara itu menggetarkan hati
Hati yang galau dalam peperangan
Antara nafsu dengan nurani
Antara tidur atau mengaji
                        Dengan langkah gontai…..
                        Ku paksakan diri ini
                        Menyapu segala kenikmatan yang penuh cacian
                        dengan percikan air suci pembawa keberkahan
Di surau yang sederhana itu
Menjadi ajang pergulatan intelektual dan spiritual
Menyatukan pikiran dan perasaan
Menghapus segala keraguan
                        Kesederhanaan, kesahajaan dan keuletan
Memberikan lentera penerang
Menjadi secercah cahaya penuntun perjalanan

Dalam gelapnya kehidupan yang menyesatkan 

0

Mendung

Posted by Unknown on 01.08 in
Kala rumput mulai menghijau
Kala matahari mengintip silau
Kala gemercik air sungai mengalir lalu
Kala benih telah tersemai menguncup itu

            Mahkota raja bagai tersemat di kepala
            Menari-nari hati Sang Raja
            Menikmati sengatan bangga
            Bak tertemu mata air di tengah Sahara

Apa daya
Hanya fatamorgana
Cahaya sekejap menyulap dirinya
Menjelma gelap gulita

            Kini ramai berganti sunyi
            Kini gembita menjadi duka
            Kini cerah berganti mendung
            Kini lurus jadi berbelok

Kemantapan beralih keraguan
Menyayat-nyayat seonggok daging malang
Yang selalu kalah sebelum perang
Yang sudah mati sebelum hidup itu datang

Tak ada artinya keberanian
Karena besarnya kuasa ketakutan
Dia hanya butuh dukungan

Bukan cacian dan bahkan makian

0

TAK MAU

Posted by Unknown on 01.00 in
Aku tak mau dibatasi oleh kotak-kotak yang membuatu takut

terlalu banyak berpikir akibat buruk dari apa yang aku lalukan

Aku memegang teguh apa yang aku yakini, aku pikirkan dan yang aku kerjakan

              Langit terlalu luas untuk ku pandang

              Samudra terlampau dalam untuk ku selami

              Bumi terhampar luas sejauh mata memandang untuk ku jelajahi

Lalu mengapa hati dan akalku mau saja dijebak dalam kotak

Kotak-kotak yang serba melarang dan mengekang

Kotak-kotak yang membuatku pesismis dan rendah diri

Aku ingin menjelajahi luasnya langit dan bumi serta dalamnya samudra


Mencari apa yang ingin kucari….

0

PENGUMPULAN DATA PENELITIAN KUALITATIF

Posted by Unknown on 19.08 in




PENDAHULUAN
Latar Berlakang Masalah
Penelitian Kualitatif merupakan sebuah metode penelitian yang digunakan untuk mengungkapkan permasalahan dalam kehidupan kerja organisasi pemerintah, swasta, kemasyarakatan, kepemudaan, perempuan, olah raga, seni dan budaya, dan lain-lain sehingga dapat dijadikan suatu kebijakan untuk dilaksankan demi kesejahteraan bersama. Menurut Sugiono, ( 2007 : 238 ) “ Masalah dalam penelitian kualitatif bersifat sementara, tentative dan akan berkembang atau berganti setelah peneliti berada di lapangan”.
Dalam penelitian kualitatif akan terjadi tiga kemungkinan terhadap masalah yang akan dilteliti oleh peneliti yaitu (1) masalah yang dibawa oleh peneliti tetap, sejak awal sampai akhir penelitian sama, sehingga judul proposal dengan judul laporan penelitian sama, (2) masalah yang dibawa peneliti setelah memasuki penelitian berkembang yaitu diperluas/diperdalam masalah yang telah disiapkan dan tidak terlalu banyak perubahan sehingga judul penelitian cukup disempurnakan, (3) masalah yang dibawa peneliti setelah memasuki lapangan berubah total sehingga harus ganti masalah sebab judul proposal dengan judul penelitian tidak sama dan judulnya diganti.
Peneliti kualitatif yang merubah masalah atau ganti judul penelitiannya setelah memasuki lapangan penelitian atau setelah selesai merupakan peneliti kualitatif yang lebih baik, karena dipandang mampu melepaskan apa yang dipikirkan sebelumnya, dan selanjutnya mampu melihat fenomena secara lebih luas dan mendalam sesuai dengan apa yang terjadi dan berkembang pada situasi sosial yang diteliti . Asumsi tentang gejala dalam penelitian kualitatif adalah bahwa gejala dari suatu obyek itu sifatnya tunggal dan parsial . Berdasarkan gejala tersebut peneliti dapat menentukan variable-variabel yang akan diteliti . Gejala itu bersifat holistik (menyeluruh, tidak dapat dipisah-pisahkan) yaitu situasi sosial yang meliputi (1) aspek tempat – place, (2) aspek pelaku – actor, (3) aspek aktivitas – activity,  yang ketiganya berinteraksi secara sinergis.
Dalam metodologi penelitian kualitatif, ada berbagai metode pengumpulan data/sumber yang biasa digunakan. Dalam berbagai literatur dijelaskan ada berbagai macam metode pengumpulan data dalam penelitian kualitatif, antara lain; metode wawancara, observasi, dokumentasi, catatangan lapangan dan trianggulasi.
Dalam makalah ini, tidak penulis tidak membahas mengenai metode wawancara dan observasi, dikarenakan sudah ada yang membahasnya. Untuk itu, penulis mencoba melakukan suatu kajian lebih lanjut untuk mengetahui bagaimana signifikansi pemanfaatan dan penggunaan meode penggalian data yang lain, yaitu; metode dokumentasi, metode catatan lapangan dan metode trianggulasi dalam penelitian kualitatif.
Rumusan Masalah
Adapun rumusan masalah dalam makalah ini adalah sebagai berikut:
1.        Bagaimanan konsep metode dokumentasi dalam penelitian kualitatif?
2.        Bagaimanan konsep metode catatan lapangan dalam penelitian kualitatif?
3.        Bagaimanan konsep metode trianggulasi dalam penelitian kualitatif?
Tujuan Penulisan
1.      Untuk mengetahui  konsep metode dokumentasi dalam penelitian kualitatif.
2.      Untuk mengetahui konsep metode catatan lapangan dalam penelitian kualitatif.
3.      Untuk mengetahui konsep metode trianggulasi dalam penelitian kualitatif.

PEMBAHASAN
Metode Dokumentasi
Sebelum membicarakan lebih lanjut mengenai studi dokumen dalam penelitian kualitatif, maka perlu kiranya dijelaskan terlebih dahulu mengenai konsepsi atau pengertian dari istilah dokumen itu sendiri. Kata dokumen berasal dari bahasa latin yaitu docere, yang berarti mengajar. Pengertian dari kata dokumen ini menurut Louis Gottschalk (1986: 38) seringkali digunakan para ahli dalam dua pengertian, yaitu pertama, berarti sumber tertulis bagi informasi sejarah sebagai kebalikan daripada kesaksian lisan, artefak, peninggalan-peninggalan terlukis, dan petilasan-petilasan arkeologis. Pengertian kedua diperuntukan bagi surat-surat resmi dan surat-surat negara seperti surat perjanjian, undang-undang, hibah, konsesi, dan lainnya. Lebih lanjut, Gottschalk menyatakan bahwa dokumen (dokumentasi) dalam pengertiannya yang lebih luas berupa setiap proses pembuktian yang didasarkan atas jenis sumber apapun, baik itu yang bersifat tulisan, lisan, gambaran, atau arkeologis.[1]
G.J. Renier, sejarawan terkemuka dari University College London, (1997; 104) menjelaskan istilah dokumen dalam tiga pengertian, pertama dalam arti luas, yaitu yang meliputi semua sumber, baik sumber tertulis maupun sumber lisan; kedua dalam arti sempit, yaitu yang meliputi semua sumber tertulis saja; ketiga dalam arti spesifik, yaitu hanya yang meliputi surat-surat resmi dan surat-surat negara, seperti surat perjanjian, undang-undang, konsesi, hibah dan sebagainya.[2]
Guba dan Lincoln (dalam Moleong, 2007: 216-217) menjelaskan istilah dokumen yang dibedakan dengan record. Definisi dari record adalah setiap pernyataan tertulis yang disusun oleh seseorang / lembaga untuk keperluan pengujian suatu peristiwa atau menyajikan akunting. Sedang dokumen adalah setiap bahan tertulis ataupun film, lain dari record, yang tidak dipersiapkan karena adanya permintaan seorang penyidik.[3]
Burhan Bungin (2007) mengatakan, Metode dokumenter adalah suatu metode pengumpulan data yang digunakan dalam metodologi penelitian sosial. Singkatnya, metode dokumentasi adalah metode yang digunakan untuk menelusuri data historis. Dengan demikian, dalam penelitian sejarah, bahan dokumenter memegang peranan yang sangat penting.[4]
Dari berbagai pengertian di atas, maka dapat ditarik pengertian bahwa dokumen merupakan sumber data yang digunakan untuk melengkapi penelitian, baik berupa sumber tertulis, film, gambar (foto), dan karya-karya monumental, yang semuanya itu memberikan informasi bagi proses penelitian kualitatif.
Sebagian besar data yang tersedia adalah berbentuk surat-surat, catatan harian, cindera mata, laporan-laporan dan sebagainya. Sifat utama dari data ini adalah tidak terbatas pada ruang dan waktu. Sehingga hal ini memungkinkan peneliti menggali data dari hal-hal yang pernah terjadi di waktu silam. Kumpulan datanya antara lain monumen, artefak, foto, tape, mikrofim, disc, CD, hard disk, flashdisk dan sebagainya.[5] Secara detail, bahan dokumenter dapat dibagi beberapa macam, yaitu:[6]
a.         Otobiografi
b.        Surat-surat pribadi, buku-buku atau catatan harian, memorial
c.         Kliping
d.        Dokumen pemerintah ataupun swasta
e.         Cerita roman dan cerita rakyat
f.          Data di server dan flashdisk
g.         Data yang tersimpan di website dan lain-lain.
Dokumen digunakan dalam penelitian, menurut Guba dan Lincoln (1981:235) yang dikutip oleh Lexy J. Moeloeng karena memiliki beberapa alasan yang dapat dipertanggung jawabkan, yaitu:[7]
1)       Dokumen dan record digunakan karena merupakan sumber yang stabil, kaya dan mendorong.
2)       Berguna sebagai bukti untuk suatu pengujian.
3)       Berguna dan sesuai dengan penelitian kualitatif karena sifatnya yang alamiah, sesuai dengan konteks, lahir dan berada dalam konteks.
4)       Record relatif murah dan tidak sukar diperoleh, tetapi dokumen harus dicari dan ditemukan.
5)       Keduanya tidak reaktif, sehingga sukar ditemukan dengan teknik kajian isi.
6)       Hasil pengkajian ini akan membuka kesempatan untuk lebih memperluas tubuh pengetahuan terhadap sesuatu yang diseliidki.
Metode dokumentasi dibagi ke dalam dua bagian, yaitu; 1) dokumen pribadi dan 2) dokumen resmi.
1.       Dokumen Pribadi
Ida Farida memberikan pengertian, bahwa dokumen pribadi adalah catatan atau karangan seseorang secara tertulis tentang tindakan, pengalaman, dan kepercayaannya. Maksud mengumpulkan dokumen pribadi ialah untuk memperoleh kejadian nyata tentang situasi sosial dan arti berbagai faktor di sekitar subjek penelitian. Jika guru atau peneliti meminta siswa atau subjek untuk menuliskan pengalaman berkesan mereka.[8]
Maksud mengumpulkan dokumen pribadi adalah untuk memperoleh kejadian nyata tentang situasi sosial dan arti berbagai faktor di sekitar subjek penelitian. Dokumen pribadi ini ada tiga macam, antara lain; buku harian, surat pribadi dan otobiografi.[9]
a.             Buku Harian
Buku harian yang bermanfaat adalah buku yang ditulis dengan memberikan tanggapan tentang peristiwa-peristiwa di sekitar di penulis. Kesukarannya adalah karena penulis atau pemilik buku harian tersebut enggan untuk memperlihatkan bukunya tersebut. Hal itu dikarenakan sifat buku harian yang sangat pribadi dan dipandang berisi hal-hal yang sangat pribadi, dan ia merasa malu bila rahasianya dibuka oleh orang lain.
b.     Surat Pribadi
Surat pribadi antara seseorang dengan anggota keluarganya dapat dimanfaatkan pula oleh peneliti. Hal itu bermanfaat untuk mengungkapkan hubungan sosial seseorang. Jika surat itu berisi masalah atau pengalaman yang berkesan dari penulisnya, maka surat pribadi itu akan bermanfaat bagi upaya menggambarkan latar belakang pengalaman seseorang.
c.      Otobiografi
Otobiografi banyak juga di tulis oleh orang-orang tertentu seperti guru atau pendidik terkenal, pemimpin masyarakat, para ahli dan sebagainya. Penulisan otobiografi dilatar belakangi antara lain karena kesenangan menulis, mencari popularitas dan kesenangan sastra.  Otobiografi ini dapat dimanfaatkan walaupun tidak sebaik surat pribadi atau buku harian.
2.     Dokumen Resmi[10]
Dokumen resmi terbagi atas dua macam, yaitu dokumen internal dan dokumen eksternal. Dokumen internal berupa memo, pengumuman, instruksi, aturan suatu lembaga masyarakat tertentu, laporan rapat, keputusan pimpinan kantor yang digunakan dalam kalangan tersendiri.
Dokumen eksternal berisi bahan-bahan informasi yang dihasilkan oleh suatu lembaga sosial, misalnya majalah, buletin, pernyataan dan berita yang disampaikan kepada media massa.
Metode Catatan Lapangan
1.     Pengertian dan Kegunaan
Dalam penelitian kualitatif, yang diandalkan adalah pengamatan dan wawancara. Pada waktu berada di tempat lapangan, peneliti membuat catatan, kemudian setelah pulang ke rumah atau kembali ke rumah, barulah kemudian peneliti membuat catatan lapangan. Catatan itu berupa informasi penting yang ditulis peneliti selama melakukan penggalian data dan penulisannya sangat singkat, berisi kata-kata kunci, frasa, pokok-pokko isi pembicaraan atau pengamatan, mungkin gambar, sketsa, dan lain sebagainya. Kemudian, sesampanya di rumah, peneliti mencatatya secara lengkap dan rapi dalambentuk catatan lapangan. Menurut Bogdan dan Bikken (1982: 74) yang dikutip oleh Lexi J. Moeloeng, Catatan Lapangan adalah catataan tertulis tentang apa yang di dengar, dilihat, dialami, dan dipikirkan dalam rangka mengumpulkan data dan refleksi terhadap data penelitian kualitatif. [11]  Jddi, catatan lapangan ini adalah bentuk jadi dabn lengkap dari catatan-catatan mentah yang dilakukan ketika ada di lapangan penelitian dalam rangka melakukan kegiatan wawancara dan pengamatan.
2.     Bentuk Catatan Lapangan
Catatan lapangan ini memiliki fungsi yang sangat penting dalam peneliatian kualitatif. Karena catatan lapangan ini nantinya akan dijadikan landasan dalam mengambil kesimpulan penelitian. Selain itu juga apabila kita ada orang lain dii skitar kita yang membutuhkan penjelasan, maka kita dapat menjawabnya dengan landasan resmi dari Catatan Langan yang sudah kita persiapkan. Oleh karena itu, perlu ada sistematika penulisan catatan lapangan, agar dapat dibaca dengan mudah dan diferifikasi kapan dan dimana data ini di ambil. Lexi J. Moeloeng memberikan pengertian dan contoh yang lengkap tentang bentu catatan lapangan ini, antara lain:[12]
1.     Halaman pertama.
Pada halaman pertama, setiap catatan lapangan harus meliputi: a) judul informasi yang dijaring, b) waktu yang terdiri dari tanggal dan jam dilakukannya pengamatan serta waktu penyusunan catatan lapangan, c) tempat dilaksanakannya pengamatan itu, d) pengamat, e) nama subyek penelitian (jika ia berkeratan untuk dituliskan namanya, bisa ditulis dalam bentuk nama samaran).
2.     Alinea dan Batas Tepi
Alinea atau paragraph dalam catatan lapangan memegang peranan khusus dalam kaitannya dnegan analisis data. Untuk itu, setiap kali menuliskan satu pokok persoalan, peneliti harus membuat alinea baru. Batas tepi kanan catatan lapangan harus diperlebar dari biasanya karena ekan digunakan untuk memberi kode kepada waktu analisis. Kode tersebut berupa angka-angka kode, sebesar batas tepi kiri.
3.     Isi Catatan Lapangan
Menurut Bogdan dan Biklen (1982: 84-89) yang dikutip oleh Moeloeng, mengatakan pada dasarnya, catatan lapangan berisi dua bagian. Pertama, bagian deskirptif, yang berisi gambaran tentang latar pengamatan, orang, tindakan, dan pembicaraan. Kedua, bagian reflektif  yang berisi kerangka berpikir dan pendapat peneliti, gagasan dan kepeduliannya.[13]
1)     Bagian Deskriptif.
Bagian ini adalah bagian terpenjang yang berisi semua peristiwa dan pengalaman yang didengar yang dilihat serta dicatat secara lengkap dan seobyektif  mungkin.Atinya, uraiannya sangat rinci dan jelas. Di samping itu, harus dihindari pernggunaan kata-kata yang abstrak, seperti “disiplin, baik, bermain” dan lainnya, akan tetapi harus kata-kata yang menguraikan apa yang diperbuat oleh obyek. Baian ini berisi hal-hal berikut:
a.       Gambaran diri subyek. Yang dicatat adalah penampilan fisik, cara berpakaian, cara bertindak, gaya berbicara dan bertindak. Kita harus menemukan sesuatu yang mugin berbeda dengan yang lainnya. Jika pada bagian pertama catatan plapangan telah dicatat gambaran diri secara lengkap, maka pada bagian selanjutnya tidak perlu diberikan lagi gambaran cattan secara lengkap, tetapi cukup dengan perubahan-perubahan yang terjadi.
b.      Rekontruksi Dialog. Deskripsi ini dapat digambarkan dengan menggunakan pensil. Gmbaran atau sketsa singkat yang secara verbal itu dapat pula dilakukan tentang segala sesuatu yang ada pada latar fisik tesebut. Jika keadaan ruangan tempat wawancara misalnya ada perasaan yang berbeda, maka harus dituangkan dalam kolom tanggapan peneliti atau pengamat.
c.       Catatan tentang Peristiwa Khusus. Jika ada catatan tentang peristiwa khusus, catatlah apa yang ada di situ, apa yang dilakukannya, dan dengan cara bagaimana peristiwa itu berlangsung. Harus dicatat pula apa hakikat dari peristiwa itu.
d.      Perilaku Pengamat. Gambaran ini merupakan gambaran tentang penampilan fisik, reaksi, tindakan serta segala sesuatu yang dilakukan oleh pengamat sebagai instrumen penelitian.
2)     Bagian Reflektif.
Pada bagian ini disediakan tempat khusus untukmenggambarkan sesuatu yang berkaitan dengan pengamat itu sendiri. Bagian ini berisi spekulasi, perasaan, masalah, ide dan kesandari pengamat dan sesuatu yang diusulkan untuk dilakukan dalam penelitian yang akan datang. Tanggapan peneliti, berisi hal-hal berikut:
a.       Refleksi mengenai analisis. Berisi sesuatu yang dipelejari, tema yang mulai muncul, kaitan dengan berbagai penggal data, gagasan tambahan dan pemikiran yang timbul.
b.      Refleksi mengenai metode. Catatan lapangan berisi penerapan metode yang dirancang dalam usulan penelitian. Berisi prosedur, strategi, dan taktik yang dilakukan dalam studi, serta tanggapan atas pencapaian sesuatu yang dialami subyek. Kemudian pengamat memasukkan gagasan penyelesaian masalah tersebut.
c.       Refleksi mengenai dilema etik dan konflik.
Masalah etik dan konflik perlu perlu dicatat dalam bagian reflektif ini. Gunanya adalah untuk membantu peneliti menguraikan persoalan dan kemudian dapat memberikan cara bagaimna sebaiknya dalam menghadapinya.
d.      Refleksi mengenai kerangka berpikir peneliti.
Menjadikan bekal intriksik peneliti, seperti pengalaman, latar belakang, etika, pendidikan dan lainnya dalam mengajukan pendapat, tanggapan, asumsi, dan sebagainya terkait dengan permasalahaan yang terdeskripsikan dalam pengambilan data.
e.       Klarifikasi.
Pada bagian ini peneliti dapat menyajikan butir-butir yang dirasakan perlu untuk lebih menjelaskan sesuatu yang meragukan atau sesuatu yang membingungkan yang ada pada catatan lapangan.

3.     Pengkodean Catatan dan Membuat Catatan
Menurut Nasution, agar catatan tidak campur aduk sehingga susah dikendaalikan, maka catatan dapat diberi kode. Salah satu sistematika pengkodean yang sederhana ialah sebgaai berikut: deskripsi diberi kode yang dimulai dengan huruf “D” si sertai oleh indikator tentang hal yang diobservasi,sedangkan komentar atau tafsiran diberi kode “R” kependekan dari refleksi atau pemikiran atau pandangan.[14] Kode-kode tersenut misalnya:
DP       : Deskripsi Partisipan
DD       : Deskripsi Dialog
DLF     : Deskripsi Lingkungan Fisik
DK       : Deskripsi Kejadian-kejadian
RR       : Refleksi tantang apa yang dirasakan oelh peneliti
RA       : Refleksi Analisis
RM      : Refleksi Metodologis
RJ        : Refleksi Penjelasan, dan lain sebagainya.
Apa yang dicantumkan diatas hanyalah sekedar contoh. Kita daat menciptakan kode sendiri yang kita anggap sesuai dan jelas bagi kita. Jumlah kode dapat kita atur sendiri.     
Dalam membuat catatan, kita harus mengikuti langkah-langkah secara sistematis. Agar nantinya catatan tertulis rapi dan kita akan mudah dalam tahap slanjutnya yaitu analisis data penelitian. Nasution mengatakan, sistematika penulisan catatan lapangan ini dapat dibentuk sensiri-sendiri oleh peneliti, namun, secara garis besar, petunjuk umumnya adalah sebagai berikut:[15]
1.      Mulailah tiap catatan. Yaitu pada halaman pertama, dengan keterangan mengenai tanggal, waktu, tempat observasi diadakan. Perlu dituliskan nomor catatan lapangan dan topic yang bekenaan dengan wawancara itu.
2.      Seringlah mulai tulisan dengan baris atau alinea baru. Tiap kali terjadi perubahan dalam situasia yang diamati, betapapun kecilnya harus dicatat pada baris baru.
Dalam proses meencatat hasil wawancara atau observasi, catatan yang ditulis haruslah sesingkat mingkin. Kemudian dalam mnyusun catatan lapangannya harus dibuat slengkap mungkin. Untuk itu, Nasution memberikan langkah-langkah antara lain:[16]
1.      Setelah melakukan observasi lapangan sgeralah pulang ke rumah atau tempat lain di mana kita bisa kerja dengan tenang tanpa mendapat gangguan, lalu segera menulis laporannya.
2.      Mula-mula usahakan menyusun outline yang baik. Outline ini mula-mula masih kasar, akan tetapi lambat laun dapat dilengkapi, diubah, diperbaiki sampai memadai.
3.      Mencatat ucapan-ucapan persis seperti yang dikatakan. Untuk itu, kita harus segera mencatatnya setelah diucapkan.
  Metode Trianggulasi
Pengertian Trianggulasi
Metode pengumpulan data ketiga adalah “trianggulasi”. Dalam teknik pengumpulan data, trianggulasi diartikan sebagai teknik pegumpulan data yang bersifat menggabungkan dari berbagai teknik pengumpulan data dan sumber data yang telah ada. Bila peneliti melakukan pengumpulan data dengan trianggulasi, maka sebernarnya peneliti mengumpulkan data yang sekaligus menguji kredibilitas data. Yaitu mengecek kedibilitas data dengan berbagai teknik pengumpulan data dari berbagai sumber data[17]

Macam-Macam Trianggulasi
Masih menuurtut Sugiono, Trianggulasi ada dua macam, yaitu trianggulasi teknik dan trianggulasi sumber.
1)        Trianggulasi Teknik, berarti peneliti menggunakan teknik pengumpulan data dari sumber yang sama. Peneliti menggunakan observasi partisipatif, wawancara mendalam dan dokumentasi untuk sember data yang sama secara serempak.
2)        Trianggulasi sumber, berarti untuk mendapatkan data dari sumber yang berbeda-beda dengan teknik yang sama.
Menurut Norman K. Denkin yang dikutip oleh Mudjia Raharjo,  mendefinisikan triangulasi sebagai gabungan atau kombinasi berbagai metode yang dipakai untuk mengkaji fenomena yang saling terkait dari sudut pandang dan perspektif yang berbeda. Menurutnya, triangulasi meliputi empat hal, yaitu: (1)  triangulasi metode, (2) triangulasi antar-peneliti (jika penelitian dilakukan dengan kelompok), (3) triangulasi sumber data, dan (4) triangulasi teori. Berikut penjelasannya.[18]
1)     Triangulasi metode, dilakukan dengan cara membandingkan informasi atau data  dengan cara yang berdeda. Sebagaimana dikenal, dalam penelitian kualitatif peneliti menggunakan metode wawancara, obervasi, dan survei. Untuk memperoleh kebenaran informasi yang handal dan gambaran yang utuh mengenai informasi tertentu, peneliti bisa menggunakan metode wawancara bebas dan wawancara terstruktur. Atau, peneliti menggunakan wawancara dan obervasi atau pengamatan untuk mengecek kebenarannya. Selain itu, peneliti juga bisa menggunakan informan yang berbeda untuk mengecek kebenaran informasi tersebut. Melalui berbagai perspektif atau pandangan diharapkan diperoleh hasil yang mendekati kebenaran. Karena itu, triangulasi tahap ini dilakukan jika data atau informasi yang diperoleh dari subjek atau informan penelitian diragukan kebenarannya. Dengan demikian, jika data itu sudah jelas, misalnya berupa teks atau naskah/transkrip film, novel dan sejenisnya, triangulasi tidak perlu dilakukan. Namun demikian, triangulasi aspek lainnya tetap dilakukan.
2)     Triangulasi antar-peneliti, dilakukan dengan cara menggunakan lebih dari satu orang dalam pengumpulan dan analisis data. Teknik ini diakui memperkaya khasanah pengetahuan mengenai informasi yang digali dari subjek penelitian. Tetapi perlu diperhatikan bahwa orang yang diajak menggali data itu harus yang telah memiliki pengalaman penelitian dan  bebas dari konflik kepentingan agar tidak justru merugikan peneliti dan melahirkan bias baru dari triangulasi.
3)     Triangulasi sumber, adalah menggali kebenaran informai tertentu melalui berbagai metode dan sumber perolehan data. Misalnya, selain melalui wawancara dan observasi, peneliti bisa menggunakan observasi terlibat (participant obervation), dokumen tertulis, arsif, dokumen sejarah, catatan resmi, catatan atau tulisan  pribadi dan gambar atau foto. Tentu masing-masing cara  itu akan menghasilkan bukti atau data yang berbeda, yang selanjutnya akan memberikan pandangan (insights) yang berbeda pula mengenai fenomena yang diteliti. Berbagai pandangan itu akan melahirkan keluasan pengetahuan untuk memperoleh kebenaran handal.
4)     Triangulasi Teori. Hasil akhir penelitian kualitatif berupa sebuah rumusan informasi atau thesis statement.  Informasi tersebut selanjutnya dibandingkan dengan perspektif teori yang televan untuk menghindari bias individual peneliti atas temuan atau kesimpulan yang dihasilkan. Selain itu, triangulasi teori dapat meningkatkan kedalaman pemahaman asalkan peneliti mampu  menggali pengetahuan teoretik secara mendalam atas hasil analisis data yang telah diperoleh. Diakui tahap ini paling sulit sebab peneliti dituntut memiliki expert judgement ketika membandingkan temuannya dengan perspektif tertentu, lebih-lebih jika  perbandingannya  menunjukkan hasil yang jauh berbeda.
Tujuan dan Manfaat Trianggulasi
Dalam penelitian kualitatif, bukan semata-mata mencari kebenaran, tetapi lebih pada pemahaman subyek terhadap dunia di sekitarnya. Sedangkan secara lebih spesifik, tujuan dan manfaat metode trianggulasi dalam penelitian kualitatif sebagaimana yang dikatakan Patton (1980), Susan Stainback dan Mathinson (1988) adalah:[19]
1)       Meningkatkan pemahaman peneliti terhadap apa yang ditemukan.
2)       Data yang diperoleh akan lebih konsisten, tuntas dan pasti.
3)       Dapat lebih meningkatkan kekuatan data bila dibandingkan dengan satu pendekatan saja.
KESIMPULAN
1.      Penelitian merupakan sebuah kegiatan yang dilakukan secara ilmiah untuk menemukan jawaban atas permasalahan.
2.      Pengumpulan data dapat dilakukan dengan berbagai metode sesuai dengan tujuan dan karakteristik penelitian.
3.      Data yang telah dikumpulkan perlu disek keabsahannya untuk dikenali validitasnya.
4.      Pengecekan data untukmemperoleh keyakinan terhadap kebenaran data pada penelitian kualitatif dapat dilakukan dengan dokumentasi, catatan lapangan dan trianggulasi.
5.      Antara metode dokumentasi, catatan lapangan dan trianggulasi masing-masing memiliki keunikan dan keistimewaan



[1] Gottschalk, Louis, Understanding History; A Primer of Historical Method. Terj. Nugroho Notosusanto, (Jakarta: UI Press: 1986), hal. 67.
[2] Renier, G.J. 1997. History its Purpose and Method. Terj. Muin Umar, (Yogyakarta: Pustaka Pelajar, 1997), hal.
[3] Lexy J. Moeloeng, Metodologi Penelitian Kualitatif, (Bandung:Remaja Rosdakarya, 2007), hal. 216-217.
[4] Kartini Kartono, Pengantar Metodologi Research Sosial, Bandung: Alumni, tt, hal. 298-308, dalam M. Burhan Bungin, Penelitian Kualitatif, (Jakarta: Kencana Prenada Media Group :2007). Hal 121.
[5] M. Burhan Bungin, Penelitian Kualitatif, (Jakarta: Kencana Prenada Media Group :2007), hal. 122.
[6] Ibid, hal 122.
[7] Lexy J. Moeloeng, Metodologi Penelitian Kualitatif, (Bandung:Remaja Rosdakarya, 2007), hal. 217-219.
[8] Ida Farida, Studi Dokumen Dalam Penelitian Kualitatif, dalam Jurnal Sains dan Inovasi 6(1),2010, hal. 54–61.
[9] Lexy J. Moeloeng, Metodologi Penelitian Kualitatif, (Bandung:Remaja Rosdakarya, 2007), hal. 217-219.
[10] Ibid, hal. 219.
[11] Lexy J. Moeloeng, Metodologienelitian Kualitatif, (Bandung:Remaja Rosdakarya, 2007), hal. 209.  
[12] Ibid, hal 210-211.
[13] Ibid, hal. 211-213.
[14] S. Nasution, Metode Penelitian Naturalistik Kualitatif, (Bandung: Tarsito, 2003), Cet. 3, hal. 93-94.
[15] Ibid, hal. 99.
[16] Ibid, hal. 100.
[17] Sugiono, Metode Penelitian Pendidikan; Pendekatan Kuantitatif, Kualitatif dan R&D, (Bandung: Alfabeta, 2013), Cet. 16, hal. 330.
[18]Mudjia Rahardjo, Trianggulasi dalam Penelitian Kualitatif, (http://mudjiarahardjo.uin-malang.ac.id/materi-kuliah/270-triangulasi-dalam-penelitian kualitatif.html), diunduh pada tanggal 3 Desember 2013, pukul 06.26 WIB.
[19] Sugiono, Metode Penelitian Pendidikan; Pendekatan Kuantitatif, Kualitatif dan R&D, …..op.cit, hal. 330-332.


Copyright © 2009 TANPA BATAS All rights reserved. Theme by Laptop Geek. | Bloggerized by FalconHive.