0

Dua Malam di Djogja

Posted by Unknown on 23.11 in


Malam minggu itu hanphone saya berdering dengan bunyi khasnya. Ternyata ada sebuah pesan masuk watsap yang secara khusus ditujukan kepada saya. Ternyata isinya perintah dari Kaprodi saya PIAUD (Pendidikan Islam Anak Usia Dini)—dimana posisi saya adalah menjadi Sekprodinya—untuk hadir serta dalam sebuah acara di UIN Sunan Kalijaga Yogyakarta. Rasa sebel seketika muncul, di saat waktunya orang libur kerja dan bercengkerama dengan keluarga, saya malah harus pergi ke Yogyakarta sebagai delegasi kampus. Tapi tak apa lah, sebagai seorang bawahan sudah barang tentu saya harus menaati apa yang menjadi perintah atasan saya.

            Minggu pagi tepat pukul 05.00 WIB saya berpamitan dengan istri, Ibu-Bapak mertua, serta Bapak-Ibu kandung saya untuk pergi ke Yogyakarta, tepatnya ke kampus UIN Sunan Kalijaga. Terlebih dahulu saya harus menempuh perjalanan bersepada motor ke Terminal Rajakwesi Bojonegoro. Disana Kaprodi saya yang cantik jelita menunggu dengan travel yang sudah dipesan, tak lupa sebelumnya ia juga memesankan satu kursi untuk saya. Sepeda butut milik saya itu kutitipkan di penitipan depan terminal, sambil mengecek barang bawaaan saya. Suara seorang perempuan memanggil-manggil saya, ternyata dari kejauahan Bu Kaprod memanggil dan menghampiri saya. Kamipun menunggu datangnya mobil elf, kendaraan travel yang sudah dipesan sebelumnya. 

            Pukul 08.30 WIB elf itu baru tiba di tempat tunggu kami. Kamipun memasukkan barang-barang dan naik, lalu duduk di kursi elf yang nyaman sekali. Perjalanan menuju Kota Yogyakarta pun dimulai, naik gunung, turun gunung, dan melewati beberapa perbukitan yang curam. Mata tertidur di dalam elf, hanya beberapa kota saja yang bisa saya nikmati saat terjaga, sebut saja Ngawi, Solo, Surakarta, dan Sragen. Tentu saat sampai di Yogyakarta, mata ini ku paksa untuk terbuka, menikmati panorama Yogya yang aduhai indahnya. Tepat pukul 13.45 WIB, kami berdua sampai di Kampus UIN Sunan Kalijaga Yogyakarta. Elf yang tua itu membawa kami masuk ke dalam kampus, dan memberhentikan kami di depan masjid kampus yang di depannya terpampang tulisan “Laboratorium Agama”. Memang benar, masjid adalah laboratorium agama yang nyata dan hidup sebagai jantung spiritualitas dan intelektualitas kaum muslim. Namun sepertinya fungsi yang kedua ini mulai hilang, seiring runtuhnya masa kejayaan Islam di akhir masa Daulah Abbasiyah. 

Hati ini senang sekali, sampai di kampus yang konon terkenal dengan aroma akademiknnya yang kental, terutama dalam kajian pemikiran-nya. Sebut saja tokoh-tokoh jebolan kampus ini, Prof. Mukti Ali, Prof. Nurcholis Madjid, Prof. Amin Abdullah dan lain-lain. Selain itu dari rahim Yogyakarta juga terlahir tokoh-tokoh pemikir kaliber dunia lainnya, seperti Prof. Kuntowijoyo, Ahmad Wahib, Prof. Dawam Rahardjo, Prof. Syafi’i Ma’arif, Prof. Amin Rais, dan lain-lain. Selain itu juga ada Emha Ainun Najib, budayawan-intelek yang terbentuk dari sini. Mereka semua tertempa oleh iklim dan kultur akademik-intelektual yang sangat intens di Yogyakarta ini, sehingga dapat kita lihat bagaimana karya dan peran mereka di masyarakat.

Blandongan di Malam Pertama
            Saya beristirahat beberapa waktu di masjid kampus UIN Suka, sembari shalat dzuhur dan ashar. Sampai ada seseorang menjemput saya, ia adalah saudara Muttaqin, seorang mahasiswa asal Tuban dan bagian dari pengurus KPMRT (Keluarga Pelajar Mahasiswa Ronggolawe Tuban). Mas Muttaqin membawa saya di tempat yang sangat terkenal di kalangan mahasiswa Jogja, yaitu warung kopi “Blandongan”. Sudah lama saya mendengar akan eksotisnya Blandongan, bagi orang yang tak suka ngopi, mungkin tempat ini tak ubahnya warung kumuh penyedia tempat 24 jam bagi mahasiswa yang malas kuliah dan mengerjakan tugas, dan yang lebih parah lagi adalah tempat penyebab mahasiswa S1 lulus empatbelas semester. Akan tetapi bagi saya, tempat ini adalah surga. Ya, surganya orang yang memiliki mimpi besar, surganya para pemikir, surganya para penulis prolivic, surganya aktifis organsasi, dan tentu saja surganya penikmat kopi dan rokok. 

Meja dan kursi tertata rapi di pujasera yang lumayan luas. Di masing-masing meja sudah disiapkan beberapa lobang stop kontak yang bisa digunakan untuk mengisi batrai gadget, handphone atau laptop. Di bagian depan, tempat duduk dibuat lesehan yang juga dilengkapi dengan beberapa stop kontak. Selain tempat ngopi, blandongan juga menyediakan lapangan futsal yang disewakan. Setting tempat yang dibuat semacam ini sangat memanjakan bagi mahasiswa, yang suka nongkrong bersama dengan teman-temannya. Hal itu ditambah dengan area parkir yang cukup luas dan alunan musik merdu dari sound sistem yang disediakan. 

Bersama dengan kawan-kawan KPMRT, saya menghabiskan separuh malam. Bercengkerama, saling tanya kabar, diskusi dan bercerita pengalaman di organisasi masing-masing. Kepulan asap rokok memenuhi warug Blandongan malam itu, sambil ditemani kopi hitam yang pekat sekali. Bagi kami, aroma kebebasan, kreatifitas dan kebersamaan sangat terasa disini. Area yang sangat mendukung untuk menghasilkan tulisan-tulisan genuine dan orisinal dari kita masing-masing. Keakraban itu bukan sesuatu yang mengherankan, karena di sana kita dipersatukan sebagai orang-orang perantau dari Tuban Jawa Timur, yang kebetulan sedang bersama-sama berada di Yogyakarta.  Tak terasa obrolan kami pun sampai pada pukul 24.00 WIB malam, terasa sudah rasa capek dari perjalanan pagi sampai siang hari dari Bojonegoro sampai Yogyakarta. Akhirnya, saya ditawari mas Dafid (teman Tuban asal Montong) untuk istirahat di kos miliknya. Kami meninggalkan kawan-kawan lain yang masih asyik bercengkerama di Blandongan, dengan naik motor mas David yang sangat menarik hati. Sesampainya di kosan, saya mandi, shalat dan tertidur sampai pagi datang.

Pertemuan Asosiasi Dosen PIAUD di UIN Suka
            Perlu saya beri pengantar mungkin, sebelum bercerita tentang ini. PIAUD adalah nama program studi tempat saya bekerja. Ia kepanjangan dari Pendidikan Islam Anak Usia Dini yang disingkat PIAUD. Pada prodi ini saya menjadi Sekretarisnya, sehingga seperti saya singgung di atas, harus mengikuti instruksi Kaprodi untuk ikut menghadiri acara ini. Bagi saya, sangat kurang sopan dan sangat sayang jika tidak menyempatkan diri mampir ke kos Mas Dafid, dan bertemu dengan kawan-kawan Tuban lainnya. 

            Acara pertemuan Dosen PIAUD ini dimulai pada pukul 09.00 WIB. Diawali dengan ramah tamah dengan Dekan Fakultas Tarbiyah, para dosen dari berbagai kampus di Indonesia, dan yang spesial adalah kedatangan Dosen dari USIM (University Sains Islam Malaysia). 

Rangkaian acara terdiri dari beberapa bagian. Pertama diawali dengan seminar dan inagurasi seni dari Prodi PIAUD UIN Sunan Kalijaga dan Pusat Pengkajian Islam USIM Malaysia. UIN Sunan Kalijaga menampilkan peragaan pembelajaran al-Quran metode Iqra dan ringkasan Iqra dari dua taman kanak-kanak di bawah naungan UIN Suka, sedangkan USIM Malaysia memaparkan metode pembelajaran al-Quran Braile dan metode al-Baghdadi. Acara kedua adalah presentasi paper dari masing-masing dosen perguruan tinggi yang telah dipersiapkan sebelumnya, dengan tema metode pembelajaran al-Quran. Sedangkan acara ketiga yang sekaligus menjadi kegiatan penutup adalah review Kurikulum KKNI Prodi PIAUD dengan sampel draft kurikulum PIAUD STAI Al Hikmah Tuban. Tepat pukul 16.30 WIB semua kegiatan selesai dan diakhiri dengan berfoto bersama. Sehari penuh, kegiatan dilakukan dan cukup menguras energi. Akan tetapi hal itu setimpal dengan banyaknya ilmu baru yang kami peroleh dan dokumen MoU antar perguruan tinggi. Berawal dari dokumen itu setiap prodi dapat menjalin kerjasama dan mengembangkan kegiatannya masing-masing. 

            Selesai semua rangkaian acara di UIN Suka, saya langsung menuju warkop Blandongan lagi, sembari melepas lelah. Disana saya disambut teman-teman Tuban yang asyik sekali diajak ngobrol dan diskusi sambil ngopi. Setelah mata terasa ngantuk, saya menuju kos Mas Dafid. Di sana saya istirahat sambil menikmati puluhan buku yang tertata rapi. Mas Dafid adalah yunior saya di MAN Tuban ketika sekolah, tetapi dia juga merupakan guru saya dalam hal gerakan dan intelektualitas. Saya senang sekali bisa berteman dengan mas Dafid, dan teman-teman mahasiswa Tuban lainnya di Yogyakarta. Akan tetapi, waktu yang membatasi, sehingga saya tidak dapat berlama-lama di sini. Keesokan harinya, saya kembali ke Tuban dengan naik bus. Dua malam di Jogja ini, cukup membuat kenangan tersendiri dan menimbulkan decak kekaguman dalam hati, ingin sekali hidup disini dengan segala iklim intelektualitasnya, tetapi apa daya, situasi dan kondisi yang tidak memungkinkan.



Wallahu A’lam



Tuban Kota, 11 Nopember 2017

0 Comments

Posting Komentar

Copyright © 2009 TANPA BATAS All rights reserved. Theme by Laptop Geek. | Bloggerized by FalconHive.