0
Keutamaan Ulama’ dan Ilmuwan
Posted by Unknown
on
01.22
in
Corat-Coret
Hari ini, mungkin manandakan
ketidakkonsistenan saya dalam menuliskan hikmah-hikmah harian yang rencananya akan
saya tulis setiap hari. Akan tetapi satu tahun yang lalu rencana itu tehenti,
dan sekarang gejolak menulis itu muncul kembali. Saya tersentak kembali
menulis, setelah membaca satu paragraf tulisan dari Prof. Nadirsyah Hosen,
seorang intelektual muda NU yang belakangan ini saya amati biografi
intelektualnya. Suatu hari saya berniat membeli sebuah buku di Toga Mas Malang,
akan tetapi saya tidak mendapatkan buku yang saya cari itu, malah saya
mendapatkan satu buku yang sebelumnya pernah saya amati di media sosial,
judulnya adalah “Dari Hukum Makanan Tanpa Label Halal hingga Memilih Madzhab
yang Cocok”, sebuah perjalanan hidup Gus Nadir yang di abadikan dalam bentuk
tanya jawab agama, dengan mengambil konteks kehidupan muslim di Australia.
Saya
terkesan dengan tulisannya yang menceritakan pada suatu ketika ia bertanya
kepada guru spiritualnya, Haji Yunus. Gus Nadir yang memakai nama samaran “Ujang”,
menanyakan, “Mengapa sekian banyak hadits yang menjelaskan krutamaan orang yang
berilmu ketimbang orang yang ahli ibadah? Maksudnya itu bagaimana Wak Haji?”.
Haji Yunus pun menjawab, “Sebagai ahli ibadah, ia dapat pahala saat lagi
beribadah. Tetapi kalau ulama’ dan ilmuan, saat mereka sedang tidur saja,
pahala mengalir terus!”. Si Ujang
keheranan dan bertanya lagi kepada Haji Yunus, mengapa enak sekali para ulama’
dan ilmuan bisa seperti itu. Dengan bijaksana Haji Yunus menerangkan
argumennya, “Bayangkan saja, saat mereka lagi asyik tidur, nun jauh di sana
para profesor sedang membaca artikel karya ulama’ atau ilmuan dengan serius,
atau para pelajar sedang asyik menelaah isi buku yang mereka tulis. Padahal,
pengarangnya lagi molor”.[1] Seketika Ujang
terkagum-kagum dengan jawaban Haji Yunus itu.
Tanpa
disengaja, saya menemukan argumen teologis yang selama ini saya jalani dan
tekuni. Begitupun pula mungkin bagi kawan-kawan yang memutuskan mengambil jalan
berkecimpung di dunia akademik dalam berbagai disiplin ilmu, atau mereka yang
berada di luar jalur akademisi dengan memperdalam keilmuan agama di berbagai
pesantren selama hidupnya. Satu hal yang ingin saya tekankan, mantaplah dengan
pilihan yang kita jalani ini, karena Rasul pun mengakui banyak keutamaan yang
akan di dapatkan, sebagaimana rasionalisasi Haji Yunus di atas.
Wallahu
‘A’lam..
[1] Nadirsyah Hosen, Dari Hukum Makanan Tanpa Label Halal
hingga Memilih Madzhab yang Cocok,
Cet. 1, (Jakarta: Mizania, 2015), hlm. xxxi-xxxii.
Posting Komentar