0
JURUSAN KEAGAMAAN MAN TUBAN
Posted by Unknown
on
12.54
in
Artikel
Jurusan Baru
MAN Tuban, semakin hari tiada
hentinya untuk melakukan perubahan dan mempersolek diri menampakkan
keunggulannya. Bukan hanya di bidang bahasa, sains maupun ilmu sosial, tapi
perubahan yang signifikan terjadi pada ilmu-ilmu Ke-Islaman. Kita lihat saja
dengan adanya jurusan terbaru, yaitu “Jurusan Keagamaan” yang baru-baru ini
dibuka. Ini bukanlah hal yang semata inisiatif dari sekolah saja, akan tetapi
memang sudah menjadi peraturan Kementrian Agama, bahwa tiap satuan pendidikan
Madrasah Aliyah Negeri harus membuka jurusan keagamaan, untuk itulah jurusan ini
dibuka di MAN Tuban.
Adanya jurusan keagamaan ini membuka
babak baru bagi siswa MAN Tuban. Dengan jurusan ini, siswa MAN Tuban dapat
memberanikan diri bersaing dengan para siswa alumni pesantren besar. Memang,
jurusan keagamaan di MAN Tuban tidak bisa disamaratakan begitu saja dengan
madrasah-madrasah maupun diniyah yang ada di dalam pesantren besar. Akan
tetapi, paling tidak ada kesiapan bagi siswa jurusan keagamaan di MAN Tuban ini
untuk selanjutnya dapat melanjutkan studi ke jurusan keagamaan murni di
perguruan tinggi Islam, seperti di fakultas Syari’ah, Ushuluddin dan Adab yang
ada di STAIN, IAIN atau UIN. Karena sebetulnya, muatan materi keagamaan yang
diberikan sudah dipersiapkan sejak awal di jurusan ini. Selain itu, belum
pernah ada dalam sejarah, alumni MAN
Tuban yang melanjutkan studi di Timur Tengah, semisal di Universitas Al-Azhar
Mesir, Universitas Umm Al-Qura’ Saudi Arabia, Universitas Khurtum Sudan,
Universitas Al-Ahghaf Yaman, beberapa perguruan tinggi Islam Malaysia dan lain
sebagainya. Padahal, setiap tahun pemerintah di negara yang bersangkutan telah
mempersiapkan beasiswa dalam jumlah besar untuk calon mahasiswa dari negara
lain, termasuk Indonesia.
Menjadi
Kebanggaan Sekolah
Dari uraian singkat di atas, kiranya
dapat kita mengerti bahwa dengan adanya jurusan keagamaan ini, berarti telah
menjadikan ujung tombak bagi lembaga MAN Tuban untuk dapat menunjukkan
eksistensinya, karena kata “madrasah” di Indonesia mendapat penekanan, yaitu
diartikan sebagai lembaga pendidikan agama Islam. Kalau boleh dianalogikan, MAN
Tuban ini adalah ibarat seorang tentara perang yang siap bertarung menumpas musuh.
“Tameng”-nya MAN Tuban adalah jurusan IPA, “gagang tombak”-nya adalah jurusan
IPS, “baju perang”-nya adalah jurusan Bahasa dan “ujung tombak” sebagai bagian
terdepan adalah jurusan keagamaan.
Ilmu Kealaman yang tergabung dalam
rumpun IPA (Ilmu Pengetahuan Alam) menyiapkan peserta didik untuk mendalami
ilmu Fisika, biologi, kimia dan matematika secara mendalam. Kemudian dalam
jurusan IPS (Ilmu Pengetahuan Sosial), siswa diajak untuk mendalami ilmu
sejarah, ekonomi, sosiologi dan akutansi. Pada jurusan Bahasa, peserta didik
dipersiapkan untuk mendalami berbagai macam bahasa, dan tata bahasanya (qowaid)
yang itu sangat dibutuhkan untuk mempelajari berbagai disiplin ilmu dalam
bahasa asing. Bahasa yang didalami disini adalah bahasa Inggris, bahasa Arab
dan tentunya bahasa Indonesia sendiri.
Disamping pelajaran inti di atas, semua
jurusan itu juga dilengkapi dengan mata pelajaran PAI (Pendidikan Agama Islam)
yang memang sudah ditentukan dalam kurikulum, yaitu Fiqih, Aqidah Akhlaq,
Qur’an Hadits, Sejarah Islam dan bahasa Arab yang diberikan di semua jenjang.
Muatan materi PAI selengkap inilah yang tidak didapatkan di sekolah umum (non
madrasah). Akan tetapi, sejauh pengamatan penulis, saat ini sangat jarang
alumni MAN Tuban yang secara serius melanjutkan studi di jurusan agama murni.
Kalaupun ada, dalam kompetisi prestasi di kelas dengan mahasiswa lain, alumni
MAN Tuban cenderung merasa minder dan ada di barisan belakang dalam
berkomentar tentang Islam. Oleh karena itu, momentum dibukanya jurusan
keagamaan (yang di dalamnya diajarkan materi keagamaan murni, seperti Fiqih,
Ushul Fiqih, Ulumul Qur’an, Ilmu Hadits, Tasawuf dan sebagainya) ini harus
dimanfaatkan dengan sebaik-baiknya oleh para siswa maupun para guru agama
khususnya, untuk bagaimana dapat mempersiapkan anak didik ini benar-benar
mantap dan siap untuk hidup di masyarakat, untuk masuk di jurusan Agama murni
di perguruan tinggi Islam dan menjadi ujung tombak kebanggaan MAN Tuban ke
depan.
Kuliah
di Timur Tengah Sebagai Stimulus
Menurut Skinner, pembelajaran dapat
menghasilkan output yang baik, jika guru memberikan stimulus yang dapat
menghasilkan respon yang baik pula dari siswa. Dalam hal ini, untuk memberikan
motivasi dan semangat yang membara bagi para siswa jurusan Keagamaan, sangat
perlu adanya stimulus-stimulus yang diberikan oleh pihak sekolah. Antara lain,
bahwa dengan pilihan jurusan Keagamaan, lulusan pada jurusan ini nantinya dapat
melanjutkan kuliah di perguruan tinggi Islam dengan mengambil jurusan Agama
murni yang di sana banyak terdapat beasiswa penuh. Selain itu, lulusan ini
nantinya juga bisa dipersiapkan untuk berhasil mendapatkan beasiswa kuliah di
Timur Tengah yang notabene menjadi rujukan pendidikan disiplin ilmu ke-Islaman
murni seluruh dunia. Dalam rangka merealisasi hal tersebut, tentunya juga perlu
diadakan persiapan-persiapan oleh pihak sekolah. Seyogyanya, sekolah dan
khususnya pihak BK (Bimbingan Konseling) juga memberikan seperangkat informasi
tentang prasyarat untuk dapat kuliah di luar negeri.
Sebetulnya, untuk kuliah di timur
tengah cukup sederhana saja persiapannya, hanya saja membutuhkan konsistensi (istiqamah)
yang besar. Karena biaya kuliah di luar negeri sangat mahal,
disediakanlah beasiswa untuk siswa Indonesia yang berprestasi melalui
Kementerian Agama (Kemenag), tentunya melalui penyaringan yang ketat. Tes masuk
jalur beasiswa Kementerian Agama, biasanya terdiri dari dua tahap, yaitu tes lisan
dan tes tulis. Dalam tes lisan, materi ujian yang pertama adalah kemampuan
hafalan al-Qur’an (tahfidz al-Qur’an) dan kedua adalah tes
wawancara bahasa Arab. Untuk tes hafalan Qur’an, cukup dengan menghafalkan 2
juz awal saja. Dalam ujiannya, kita harus mendengarkan dengan seksama ayat yang
telah dibaca oleh penguji, kemudian kita meneruskannya dengan lancar dan fasih
sampai tiga ayat atau lebih. Sedangkan pada tes wawancara, kita diharuskan
menjawab pertanyaan penguji yang berbahasa Arab dengan jawaban bahasa Arab
pula, tentunya, kelancaran kalam dan ketepatan jawaban sangat menentukan di
sini.
Dalam tes tulis, materi tesnya adalah
soal-soal bahasa Arab (qawaid nahwu dan sharaf) dan soal-soal sejarah peradaban
Islam. Kurang lebih masing-masing adalah seratus (100) butir soal. Untuk
sejarah Islam, materinya bisa dipelajari dari pelajaran Sejarah Kebudayaan
Islam (SKI) mulai dari Madratsah Tsanawiyah sampai Aliyah. Untuk bahasa Arab,
memang relatif agak berat, karena perlu persiapan lebih matang. Kemudian, ada
perguruan tinggi, semisal Universitas al-Ahghaf Yaman yang menyertakan pula tes
membaca kitab (qira’ah al-kitab). Kitab yang dijadikan standar dalam
tes adalah kitab fiqh yang tidak asing lagi di dunia pesantren, yaitu “Fath
al-Qarib”, tentunya tanpa harakat di dalamnya.
Berbeda dengan sekolah/madrasah yang
terdapat di dalam pesantren, kemampuan bahasa Arab siswa MAN yang ada di luar
pesantren masih sangat kurang, untuk itu perlu kursus singkat sebelum mengikuti
tes tersebut. Memang, bahasa Arab tidak se-populer bahasa Inggris, akan tetapi
untuk kuliah di Timur Tengah, bahasa Arab adalah alat komunikasi utama. Banyak
pelajar yang mengambil kursus bahasa Arab di kampung bahasa Pare-Kediri sebelum
mengikuti tes (Imtihan al-Qabul). Biasanya, calon mahasiswa non Arab
yang telah lolos seleksi tidak langsung masuk kelas perkuliahan, tetapi masuk
terlebih dahulu di kelas I’dad (persiapan) terlebih dahulu untuk
mempersiapkan kemampuan bahasa Arabnya.
Sebuah
Teladan
Segala persiapan ini tentunya akan
lebih mudah, jika dalam diri siswa jurusan keagamaan sudah tertanam motivasi
yang kuat untuk melanjutkan studinya. Khususnya pada jurusan yang serumpun
dengan jurusannya, yaitu Studi Islam, bahkan
untuk studi di Timur Tengah. Selain itu, lebih baik lagi jika di sekolah
disediakan lembaga pengembangan bahasa Arab, lembaga tahfidz al-Qur’an dan lain
sebagainya, di mana itu bisa dimanfaatkan siswa di kemudian hari. Alumni MAN
Tuban harus percaya diri, bahwa seniornya dahulu telah berhasil menempuh studi
sampai jenjang S3 dengan konsentrasi Studi Pemikiran dan Pendidikan Islam.
Sebut saja Prof. Dr. Mujammil Qomar, M.Ag., yang pernah memimpin sebuah
institusi perguruan tinggi di Kabupaten Tulungagung dan Dr. Musfiqon, M.Ag.
yang sampai sekarang masih menjabat Dekan di sebuah perguruan tinggi di
Sidoarjo. Keduanya adalah alumni MAN Tuban, yang dahulu belajar seperti para
siswa sekarang ini, jauh sebelum dibukanya jurusan keagamaan. Selain
kepemimpinan yang sangat baik, beberapa buku hasil karya keduanya telah banyak menghiasi
perpustakaan-perpustakaan dan toko-toko buku di Indonesia. Capaian seperti ini,
haruslah terbesit di benak sebagian alumni MAN Tuban, meneguhkan diri kepada
ilmu dan berkontribusi pada peradaban, terutama peradaban Islam. Pertanyaannya,
bisakah para pejuang kecil kita ini melebihi capaian di atas? Jawabannya “Pasti
Bisa!”, dengan kunci percaya diri dan ketekunan yang tinggi.
Wallahu
a’lam………
Posting Komentar