0
PENGANTAR STUDI ISLAM
Posted by Unknown
on
08.59
in
Makalah
AQIDAH DAN SYARI’AH
Menurut Muhammad
Syaltut, akidah ialah sisi teoretis yang harus pertama kali diimani atau
diyakini dengan keyakinan yang mantap tanpa keraguan sedikitpun. Dalam ajaran
Islam, akidah merupakan landasan atau akar (al-ashl), sedangkan syari’ah
merupakan batang, cabang-cabangnya (al-far’). Sedangkan syari’ah menurut beliau adalah ketentuan-ketentuan yang
ditetapkan Allah, atau hasil pemahaman atas dasar ketentuan tersebut, untuk
dijadikan pegangan oleh umat manusia baik dalam hubungannya dengan Tuhan,
dengan umat manusia lainnya, orang Islam dengan non-muslim, dengan alam, maupun
dalam menata kehidupan.
·
AKIDAH.
Akidah pokok yang perlu dipercayai oleh
tiap-tiap muslimin, yang termasuk unsur pertama dari unsur-unsur keimanan ialah
mempercayai:
a.
Wujud Allah
dan wahdaniat (keesaanNya). Sendiri dalam menciptakan, mengatur dan
mengurus segala sesuatu. Tiada bersekutu dengan siapapun. Tentang kekuasaan dan
kemuliaan. Tiada yang menyerupaiNya tentang Dzat dan sifatNya. Hanya Dia yang
berhak disembah, dipuja dan dimuliakan. kepadaNya saja boleh menghadapkan
permintaan dan menundukkan diri. Tiada Pencipta dan Pengatur selain Dia.
Firman Allah:
“Katakan: Tuhan itu Maha Esa. Allah
itu tempat meminta. Tiada berupa bapak. Dan tiada menyerupiNya seorang jua.”
(QS. 112:1-4)
Pengakuan tentang wahdaniah Allah
(keesaanNya) mengandung pengertian kesempurnaan akidah tentang Allah dari dua
segi:
1) Rubbubiah
(keesaan dalam menciptakan dan memimpin), dengan pengertian hanya Allah yang
menciptakan, mengurus dan mengendalikan alam semesta ini.
2) Ululiyah
(keesaan dalam pemujaan dan kebaktian), dengan pengertian hanya Allah yang
berhak dipuja, tempat meminta dan tempat memohon pertolongan.
b.
Bahwa Tuhan
memilih diantara hambaNya, yang dipandangNya layak untuk memikul risalatNya. Kepada
Rasul-Rasul itu disampaikan wahyu dengan perantaraan malaikat. Malaikat
berkewajiban menyeru manusia kepada keimanan danmengajak mengerjakan amal
shaleh. Karena itu, wajiblah beriman kepada segenap Rasul-Rasul yang disebutkan
dalam Qur’an, sejak dari Nuh sampai kepada Nabi Muhammad SAW. Pada hakikatnya
Rasul-Rasul itu manusia juga, sama dengan manusia lain di dalam sifat dan
pekertinya. Bedanya mereka dianugerahi ssemacam keistimewaan, yang dengan
demikian mereka layak menampung wahyu dengan perantara malaikat dan wajar untuk
memelihara wahyu itu sebagaimana mereka terima. Dengan fungsi yang demikian,
mereka menjadi juru bicara dan muballigh yang langsung dari Allah terpelihara
dari serba ragam kesalahan tentang apa yang mereka sampaikan. Begitu pula
supaya mempercayai Nabi Muhammad sebagai Rasul yang terakhir. Risalat Nabi
Muhammad memuat petunjuk-petunjuk untuk mencapai kesempurnaan peri kemanusiaan
dan membukakan seluruh pintu yang dapat mengantarkan manusia kepada segala
sesuatu yang berguna dan mengangkat derajatnya baik rohani ataupun jasmani.
Serta ditetapkan pula bahwa risalat Muhammad adalah untuk seluruh dunia
(universal).
Firman Allah:
“Dan Engkau (Muhammad), tiadalah Kami
utus, melainkan untuk menjadi rahmat bagi semesta alam.” (QS. 21:107)
c. Adanya
malaikat yang membawa wahyu dari Allah kepada Rasul-Rasulnya. Juga mempercayai
kitab-kitab suci yang merupakan kumpulan wahyu Illahi dan isi risalat Tuhan. Sebagai
penghubungrisalat ketuhanan kepada manusia adalah iman kepada isi risalat yang
dibawa oleh malaikat kepada Rasul-Rasul untuk disampaikan kepada umat manusia.
Risalat-risalat itu ialah kitab-kitab suci yang turun dari langit, mengandung
ajaran Allah dibidang akidah, ibadah, dan pokok-pokok halal dan haram. Karena
itu Islam menuntut supaya manusia beriman kepada semua kitab suci, baik yang
turun kepada Nabi Muhammad atau kepada rekan-rekannya yang dahulu. Karena
Muhammad SAW adalah Nabi terakhir dan penghabisan Rasul, maka AL-Qur’an adalah
kitab suci yang terakhir pula. Al-Qur’an sebagaimana diketahui, terutama oleh
mereka yang mempelajari dan memperhatikannya lebih dalam, banyak merupakan
tuntutan terhadap pokok-pokok akidah dan keutamaan budi. Tugas Al-Qur’an yang
terutama bukanlah untuk menjalankan secara ilmiah keadaan alam dan manfaatnya.
Tetapi Al-Qur’an senantiasa membangunkan perhatian manusia terhadap alam dan
membuka pikiran mereka supaya menyelidiki sekitar benda-benda dan
kekuatan-kekuatan yang ada di dunia ini. Al-Qur’an tidak membatasi manusia
dibidang pengetahuan dan pekerjaan, selain berkenaan dengn soal-soal yang
berhubungan dengan Dzat Allah, akidah dan peribadatan. Telah kita terangkan,
bahwa Qur’an adalah pokok pegangan yang cukup lengkap bagi ajaran-ajaran
Islam.qur’an menurut ketetapan Allah dan menurut pengakuan kaum Muslimin
sendiri adalah satu-satunya sumber tempat mengambil ‘akidah-‘akidah Islam,
dahulu telah diterangkan, bahwa ‘akidah-‘akidah yang utama dan pokok ialah iman
kepada Allah. Sekarang diterangkan iman kepada malaikat. Menurut ketetapan
Qur’an, malaikat-malaikat itu adalah alam ghaib, bukan alam benda. Sifat dan
keadaan malaikat itu.
Firman Allah :
“Katakan: Kalau kiranya di bumi ini diam
malaikat-malaikat yang berjalan dengan
tentram, tentulah Kami menurunkan malaikat pula kepada mereka untuk menjadi
Rasul.” (QS. 17: 95)
d. Selanjutnya
mempercayai apa yang terkandung dalam risalat itu, diantaranya iman dengan hari
berbangkit dan pembalasan (alam akhirat). Juga iman kepada pokok-pokok syariat
dan peraturan-peraturan yang telah dipilih Tuhan sesuai dengan keperluan hidup
manusia dan selaras dengan kesanggupan mereka, sehingga tergambarlah dengan
nyata keadilan, rahmat, kebesaran dan hikmah kebijaksanaan Illahi. Menurut
petunjuk Al-Qur’an, hari akhirat bagai perhentian terakhir dari pengembaraan
manusia di dunia, dan bertemulah tujuan manusia ini untuk apa ia diciptakan
Tuhan.
Firman Allah:
“Dan bahwa manusia itu memperoleh apa
yang diusahakannya. Dan bahwa hasil usahanya nanti akan dilihatnya. Kemudian
itu diberikan kepadanya balasan yang cukup. Dan kepada Tuhan engkau akhir
tujuannya.” (QS. 53: 39-42)
Qur’an menghubungkan kehidupan manusia
di akhirat sekitar sakit dan senang. Bahagia dan siksa adalah bertali rapat
dengan pilihannya dalam hidup di dunia. Akhirat itu tempat pembalasan dari
seluruh perbuatan yang pernah dikerjakan manusia.
Firman Allah:
“Dan siapa yang mengerjakan kebaikan
seberat zarrah (atom) akan dilihatnya. Dan siapa yang mengerjakan kajahatan
seberat zarrah (atom) akan dilihatnya juga.” (QS. 99: 7-8)
Qur’an menyebut bahagia dan sengsara itu
dengan surge dan neraka. Berdasarkan itu, maka iman kepada hari akhirat manjadi
pendorong yang amat kuat bagi manusia untuk mencapai kesempurnaan dan keluhuran
dalam kehidupan dunia ini, supaya kelak dapat menempati derajat yang tinggi
pada sisi Allah di alam akhirat.
Apa yang tersebut di atas adalah akidah
pokok dalam Islam. Agama Islam menekankan bahwa akidah itu adalah pokok akidah
dari seluruh agama yang dating dari Tuhan. Ditegaskan pula bahwa agama yan
tidak berdasarkan akidah tersebut dapat dianggap agama yang bathil (tidak
benar) dan tiada mempunyai nilai.
Cara menetapkan akidah.
Adapun ulama’-ulama’ yang menyatakan,
bahwa dalil naqli dapat menanamkan keyakinan menetapkan akidah, mereka
mengemukakan dua syarat: 1. Pasti kebenarannya dan 2. Pasti tujuannya. Ini berarti bahwa
dalil itu benar-benar datang dan berasal dari Rasulullah tanpa keraguan. Yang
demikian itu hanya terdapat pada keterangan mutawatir.
·
SYARI’AH.
Syari’at itu namanya bagi peraturan
(undang-undang) dan hukum-hukum yang ditetapkan Allah atau ditetapkan
pokok-pokoknya saja. Syari’at diambil menjadi pedoman, untuk mengatur hubungan
mereka dengan Allah dan hubungan sesame mereka. Biarpun aturan-aturan dan
hukum-hukum itu berbagai ragam, tetapi dapat disimpulkan pada dua bagian pokok:
a.
Amal, yang
dengan itu kaum muslimin mendekatkan diri kepada Allah, merasakan kebesaran
Allah di dalam hati, membuktikan kebenaran iman, menunjukkan perhatian dan
ketundukan jiwa kepada Allah. Bagian ini disebut dalam Islam dengan “ibadat”.
Ibadat itu meliputi:
1)
Shalat
(sembahyang), yaitu ibadat badaniah yang difardlukan Allah kepada orang Islam
lima kali sehari semalam, di waktu-waktu yang ditentukan: shalat shubuh,
shalat dzuhur, shalat ashar, shalat maghrib dan shalat isya’.
2)
Zakat,adalah
ibadat yang bertalian dengan harta benda. Agama Islam menuntut supaya
orang yang mampu menolong rakyat miskin dalam menutupi perbelanjaan hidupnya
dan juga untuk melaksanakan kepentingan umum. Harta itu baik berupa uang,
barang, niagaan, ternak dan hasil tanaman, dengan jumlah sebanyak yang telah
dikenal kaum muslimin.
3)
Puasa,
menghentikan makan, minum dan bersetubuh sepanjang siang, dari terbit fajar
sampai matahari terbenam, dengan niat mematuhi perintah Allah. Puasa difarPuasa
difardlukan dengan merata kepada seluruh orang-orang yang sanggup, selama bulan
Ramadhan setiap tahun.
4)
Haji,
pelaksanaannya
memerlukan gati (niat), anggota dan uang. Dimulai dengan niat yang ikhlas karena Allah, sambil menanggalkan kai yang
berjahit dan yang berupa perhiasan dan kemewahan serta diakhiri dengan thawaf
berkeliling Baitullah (Ka’bah).
b.
Usaha-usaha
yang dipergunakan oleh kaum muslimin sebagai jalan untuk memelihara kepentingan
mereka, menghindarkan bahaya terhadap diri sendiri dan terhadap sesama. Dengan
jalan yang demikian, kedzaliman dapat terhindar serta keamanan dan ketentraman
dapat berdiri. Bagian ini disebut dalam Islam dengan “mu’amalat”. Mu’amalat
meliputi urusan keluarga, pusaka, harta benda, pertukaran, hubungan dengan
jama’ah kaum muslimin sendiri atau dengan orang lain (non-muslim).
URGENSI: seperti
yang telah kita ketahui bahwa akidah itu merupakan pokok yang mendorong kepada
terwujudnya syari’at, sedangkan syari’at merupakan pelaksanaan sebagai tanda
berpengaruhya hati dengan akidah. Jadi hubungan ini adalah sebagai jalan
keselamatan dan kebahagiaan bagi umat manusia, karena itu telah dijanjikan oleh
Allah SWT kepada hamba-hambaNya yang beriman.
PERBEDAAN ANTARA
HUKUM AGAMA DENGAN HUKUM POSITIF.
a. Hukum
positif hanya bertujuan untuk kepentingan duniawi saja, yang berkenaan dengan lahiriah
bagi kepentingan kebendaan dengan segala
macam seluk beluknya. Sedangkan hukum agama, sebagai ketetapan Allah untuk
mewujudkan kemaslahatan dan kepentingan manusia lahir dan bathin, dunia dan
akhirat.
b. Hukum
syari’at berdasarkan wahyu Allah, ciptaanNya yang menggambarkan kehendakNya dan
kebesaranNya. Hukum positif buatan manusia yang menggambar buah pikiran
manusia, bersifat serba terbatas dan berubah-ubah, selalu menghendaki
penyempurnaan dari berbagai kekurangan.
c. Hukuk
positif bersifat kontemporer, dibuat oleh sekelompok orang yang dipandang ahli,
berdasarkan pengalaman dan penghayatan yang berlaku pada suatu masyarakat untuk
dilakukan bagi masyarakat atau bangsa yang bersangkutan itu saja, yang perlu
diubah apabila tidak dikehendaki oleh masyarakat itu lagi.
Adapun syari’at Islam
bukan untuk batas waktu tertentu, bukan untuk bangsa dan tempat tertentu tetapi
bersifat universal, untuk seluruh alam. Karena itu kaidah-kaidah hukumnya
disebut bersifat umum, prinsip-prinsip dan pokok-pokoknya saja yang disebutkan
dan diberi kesempatan kepada ilmuwan dalam bidang hukum dan social di tempat
masing-masing untuk menguraikannya lebih lanjut dalam mengatasi berbagai
masalah yang timbul di kawasannya masing-masing. Prinsip-prinsip syari’at yang
sudah ditentukan di dalam Al-Qur’an dan Al-Hadits tidak boleh dihilangkan atau diubah sama
sekali. Syari’at Islam membentuk manusia yang sesuai dengan ketetapannya, yaitu
ketetapan Allah dan RasulNya yang menjamin dapat mengantarkan umat manusia ke
taman bahagia. Hukum positif dibentuk menurut kemauan manusia setempat yang
tidak harus berlaku untuk tempat lain. Dengan jiwa yang mantap iman kepada
Allah SWT, mendorong orang-orang makin mentaati syari’at Islam baik dikala
berada bersama orang banyak maupun dikala sendirian di tempat yang sepi. Karena
pancaran iman itu harus terlihat pada tiga aspek kehidupan kita, yaitu:
a. Mengikrarkan
dengan lisan, dalam bentuk ucapan “Tidak ada Tuhan yang patut disembah
melainkan Allah, dan Nabi Muhammad utusan Allah” atau membaca Al-Qur’an,
membaca shalawat kepada Rasulullah, berdzikir, berdo’a, berdakwah, mengajar,
tidak berbohong, dan lain sebagainya.
b. Melaksanakan
dengan sekalian anggota badan seperti mengerjakan ibadat, berbuat baik kepada
ibu ayah, menjaga kebersihan diri dan lingkungan, amar ma’ruf nahi mungkar,
jihad fii sabilillah, mencari nafkah keluarga, membangun untuk kemakmiran,
mendidik anak, menjaga hubungan baik dengan tetangga,dan lai sebagainya.
c. Yang
menyangkut dengan hati, yaitu memiliki akidah yang besar, niat yang ikhlas,
akhlak yang terpuji, cinta kepada Allah dan RasulNya, bersyukur dan bertawakkal
kepadaNya. Menjauhkan dari sifat riya’, nifaq, hasad, dengki, ujub, takaabur,
dll.
Ketiga aspek di atas sebenarnya
merupakaan penjabaraan dari sabda Rasulullah SAW, yang artinya: “Iman
bercabang lebih dari enam puluh. Sifat malu adalah salah satu cabang iman.”
Kepatuhan anggota badan untuk berbuat
sangat tergantung pada hati, karena kejujuran, kepatuhan terhadap hukum
merupakan dorongan hati, terletak di dalam hati, sangat erat kaitannya antara
perbuatn lahiriah dengan gerak hati pada pribadi seorang mu’min, sebagaimana
waktu syari’at Islam itu tidak dapat dibagi-bagikan, tidak dapat
dikudung-kudung antara yang bersangkutan dengan hukum duniawi dengan ukhrawi.
Contoh perbedaan hukum agama dan hukum
positif:
Dalam masalah
perkawinan, yang menyangkut dengan hukum keduniaan ialah mendapat pasangan
hidup sebagai suami-istri yang sah, dapat bergaul bebas dan masing-masing
memperoleh haknya dalam rumah tangga secara sah serta melaksanakan kewajiban
masing-masing sebagai suami-istri dalam melayari bahtera rumah tangga.
Posting Komentar