0

PEMIKIRAN TOKOH BEHAVIORISME

Posted by Unknown on 08.50 in




Pendahuluan
               Teori Behaviorisme ini menganalisa pada perilaku yang nampak saja yang dapat diukur, dilukiskan dan diramalkan pada manusia. Teori kaum Behavoris lebih dikenal dengan nama teori belajar, karena seluruh perilaku manusia adalah hasil belajar. Belajar artinya perubahan perilaku organisme sebagai pengaruh lingkungan. Behaviorisme tidak mempersoalkan apakah manusia baik atau jelek, rasional atau emosional. Behaviorisme hanya ingin mengetahui bagaimana perilakunya dikendalikan oleh faktor-faktor lingkungan. Dalam arti, teori belajar yang lebih menekankan pada perilaku manusia. Dalam teoeri ini sering disebut S-R psikologis, artinya bahwa tingkah laku manusia dikendalikan oleh penghargaan/reward dan penguatan/reinforcement dari lingkungan.
 Konsep Belajar Behaviorisme
            Teori belajar behaviorisme adalah toei belajar yang lebih menekankan pada tingkah laku manusia. Behaviorisme memandang individu sebagai makhluk reatif yang memberi respon terhadap lingkungan. Pengalaman dan pemeliharaan akan membentuk perilaku mereka. Ciri teori belajar behaviorisme adalah mengutamakan bagian-bagian kecil yang bersifat mekanistis. Teori ini sangat mementingkan peranan lingkungan dan pembentukan reaksi atau respon. Selain itu, juga menekankan pentingnya latihan, mekanisme hasil belajar, serta mementingkan peranan kemampuan. [1]
            Dalam teori behaviorisme,serig disebut stimulus dan respon (S-R) psikologis. Artinya, bahwa tingkah laku manusia dikendalikan oleh ganjaran (reward) dan penguatan (reinforcement) dari lingkungan. Dengan demikian, dalam perilaku belajar terdapatjalinan yang erat antara reaksi behaviorial dengan stimulusnya.
            Prinsip dalam teori ini adalah memiliki objek tingkah laku, semua bentk tingkah laku itu dikembalikan pada reflek, serta meningkatkan pembentukan kebiasaan. Guru yang menganut pandanagn ini menganggap bahwa tngkah laku siswa merupakan reaksi terhadap lingkungan dan tngkah laku adalah hasil belajar.

   Teori Belajar para Tokoh Behaviorisme
a)   Ivan Petrovich Pavlov (1844-1936)
Ivan Petrovich Pavlov lahir pada Tahun 1849 di kota Rayasan Rusia. Pavlov mengadakan penelitian tentang dampak pengeluaran getah lambung terhadap penggunaan makanan dan sekresi. Dari penelitia dan karyanya ini, ia memperleh hadiah nobel pada Tahu 1904.
1.     Teori Belajar Clasical Conditioning (pengkondisian klasik)
Ivan Pavlov dan kawan-kawannya melakukan eksperimen terhadap seekor anjing. Pavlov melihat selama penelitian ada perubahan dalam waktu dan rata-rata keluarnya air liur pada anjing (salivation). Pavlov mengamati, jjika dagig diletakkan dekat dengan mulut anjing yang lapar, anjjing aka mengeluarkan air liur, walaupun tanpa latihan atau dikondisikan sebelumnya. Dalam percobaan ini, dagig disebut dengan stimulus yang tidak terkondisikan (unconditional stimulus). Saliva yag terjadi secara otomatis pada saat daging di dekat anjing tanpa latihan atau pengkondisian, maka keluarnyasaliva tersebut dinamakan sebagai respon yang tidak dikondisikan (unresponse conditioning).[2]
Kalau daging dapat menimbulka saliva pada anjing, maka stimulus yang lain seperti bel tidak dapat menghasilkan saliva. Karena tidak menghasilkan respon, maka bel tersebut dinamakan stimulus netral (neutral stimulus). Jika bel tersebut digabungkan dengan daging (unconditioning stimulus) dan dilakukan berulang-ulang, maka stimulus netral akan berubah menjadi stimulus yang terkondisikan (conditioning stimulus) dan memiliki kekuatan yang sama untuk menghasilkan respon ketika melihat daging. Inilah yang dinamakan Classical Conditioning, yaitu pemasangan stimulus yang netral atau stimulus yang terkondisikan dengan stimulus yang tidak terkondisikan untuk menghasilkan perilaku tertentu. Setelah pemasagan ini terjadi berulang-ulang, stimulus yangnetral akan menghasilkan respon yag terkondisikan.[3]
2.     Aplikasi Dalam Pembelajaran
Dalam teorinya, Pavlov mengutamakan stimulus yang terkondisikan dan kemudian sampai kepada rangsangan erkondisikan dan respon yang terkondisikan. Hal ini menunjukkan bahwa belajar menurutnya dengan teori Classical Conditioning itu lebih mengutamakan proses dari pada hasilnya. Belajar adalah perubahan tingkah laku secara terus-menerus yang timbul sebagai akibat dari persyaratan kondisi. Sifatnnya aadlah membentuk stimulus dan respon. Artinya, antara belajar dan perubahan tingjah laku tidak dapat dipisahkan. Oleh karena itu, dalam proses belajarlebih mengutamakan stimulus dari pada responnya, karena perilaku organisme dikontrol oleh adanya stimulus. Jadi, kondisi terjadi tanpa adanya penguatan, tetapi merupakan proses pergantian stimulus ( unconditioning atau conditioning stimulus) yang menyebabkan respon.[4] Dari hasil eksperimennya, Pavlov menghasilkan beberapa hokum pengondisian, yaitu:
1)   Hukum Pemerolehan, yaitu membuat pasangan stimulus netral dengan stimulus tak bersyarat berulang-ulang hingga muncul respon bersyarat atau yang disebut latihan untuk memperoleh sesuatu.
2)   Hukum Pemadaman, yaitu setelah respon terbentuk maka respon itu akan tetap ada selama masih diberikan rangsangan bersyaratnya dan dipasangkan dengan rangsangan tak bersyarat.
3)   Generalisasi dan Diskriminasi, yaitu penyamartaan dan pembedaan yang merupakan respon bersyarat dan dapat dikenakan pada kejadian lain namun situasinya mirip.
4)   Kondisioning Tandingan, yaitu respon bersyarat yag khusus akan digantikan dengan respo bersyarat lain yang baru dan bertentangan, tidak sesusai dengan respon bersyarat sebelumnya.



b)   Edward Lee Thhorndike (1874-19490)
Edward Lee Thorndike dilahirkan di Williamsburg, Massachusetts Tahun 1874. Beliau menyelesaikan studinya da Universitas Harvard, sehingga menjadikannya seorang ahli dalam ilmu psikologi.
1.     Teori Belajar Koneksionisme (connectionism)
Thorndike memandang bahwa perilaku suatu respon terhadap stimulus-stimulus dalam lingkungan. Seperti Pavlov, Thorndike menghubungkan perilaku pada reflek-reflek fisik. Dihipotesiskan, perilaku yang lain juga ditentukan secara refleksif oleh stimulus yang ada di lingkungan, bukan oleh pikiran yang sadar atau tidak sadar. Dalam penelitiannya, Thorndike menempatkan kucing dalam kotak. Dalam kotak tersebut, kucing itu harus keluar untuk memperoleh makanan. Ia mengamati, bahwa sesudah beberapa lama kucing tersebut mempelajari cara mengeluarkan diri yang lebih cepat dari kotak tersebut dengan mengurangi perilaku yang mengarah pada keluar dan tidak mengulangi perilakku-perilaku yang tidak efektif.[5]
Dari eksperimen kucing tersebut, dapat diketauhui bahwa agar tercapai hubungan antara stimulus dan respon perlu adanya kemampuan untuk memilih respon yang tepat serta melalui usaha (trial) dan kegagalan (error) terlebih dahulu, sehingga disebut dengan teori koneksionisme atau asosiasi. Terjadinnya asosiasi ini mengikuti hukum-hukum di bawah ini:[6]
1)   Hukum Kesiapan (Law of Readiness), yaitu semakin siap organisme memperoleh perubahan tingkah laku akan menimbulkan kepuasan individu sehingga asosiasi cenderung akan diperkuat.
2)   Hukum Akibat (Law Effect), yaitu hubungan stimulus dan respon akan diperkuat bila akibatnya menyenangkan dan cencerung diperlemah jika akibatnya tidak memuaskan.
3)   Hukum Latihan, yaitu semakin sering tingkah laku diulang mak asosiasi tersebut akan semakin kuat.
2.     Aplikasi Dalam Pembelajaran
Menurut Thorndike, praktek pendidikan harus dipelajari secara ilmiah. Praktek pendidikan harus dihubungkan dengan proses belajar. Mengajar bukanlah mengharapkan murid tahu apa yang telah diajarkan. Akan tetapi, mengajar yang baik adalah mengetahui apa yang hendak diajarkan (materi yang akan diberikan), respn apa yang diharapkan, kapan harus memberi hadiah dan mengerti tujuan dari pendidikan itu sendiri. Throndike menjelaskan beberapa aturan dalam pengajaran, antara lain: [7]
1)   Memperhatikan situasi murid.
2)   Memperhatikan respon yang diharapkan dari situasi tersebut.
3)   Menciptakan hubungan respon tersebut dengan sengaja, tidak mengharapkan hubungan terjadi dengan sendirinya.
4)   Tidak mengindahkan stuasi-situasi lain yang dapat memutusksan hubungan respon-respon tersebut.
5)   Tidak membuat hubungan-hubungan lain yang sejenis bila hendak menciptakan hubungan tertentu.
6)   Membuat hubungan yang sedemikian rupa sampai pada perbuatan nyata.
7)   Menciptakan suasana belajar yang kondusif, sehingga dapat digunakan dalam kahidupan sehari-hari.
c)    Burrhus Frederic Skinner (1904-1990)
Skinner dilahirkna pada 20 Mei 1904, di Susquehanna, Pennsylvania, Amerika Serikat. Dia eraih gelar sarjana muda di Hamiltoon College New York dalam bidang Sastra Inggris. Pada Tahun 1928, Skinner memasuki kuliah psikologi Universitas Harvard dengan bidang studi tingkah laku hewan dan meraih doktor pada tahun 1931.
1.     Teori Belajar Operant Conditioning (Cara Kerja yang Menentukan)
      Dalam salah satu eksperimennya, Skinner menggunakan seekor tikus yang ditempatkan dalam sebuah peti yang disebut Skinner Box. Di dalamnya berisi dua komponen, yaitu manipulandum (komponen yang dapat dimanipulasi) dan reinforcement (penguatan berupa makanan). Komponen ini terdiri dari tombol, .batang jeruji dan pengungkit. Butir-bbutir makanan yang muncul merupakan reinforcer bagi tikus yang telah menekan pengungkit. Penekanan pengungkit inilah yang disebut operant yang terus meningkat apabila diiringi dengan reinforcement, yaitu penguatan berupa butiran-butiran makanan ke dalam wadah makanan.[8]
      Pendekatan teori belajar Skinner ini menggunakan model instruksi langsung (direct instruction)dan meyakini bahwa perilaku di control melalui proses operant conditioning. Operant Conditioning adalah suatu penguatan perilaku operant (penguatan positif dan negatif) yang dapat mengakibatkan perilaku tersebut berulang kembali atau menghlang sesuai keinginan.
   Berdasarkan eksperimen di atas, Skinner mengatakan bahwa unsure terpenting dalam belajar adalah penguatan (reinforcement). Maksudnya adalah pegetahuan yang terbentuk melalui ikatan stimulus-respon akan semakin bagus bila diberi penguatan.Skinner membagi kekuatan menjadi dua, yaitu penguatan positif  yang berupa hadiah/penghargaan dan penguatan negative, yang berupa menunda member penghargaan, mebarikan tugas tambahan atau menunjukka perilakutidak senang.[9]
2.     Alikasi Dalam Pembelajaran
      Operant Conditioning menjamin respon terhadap stimulant. Bila tidak mengandung stimumlan, maka guru tidak bisa membimbing siswa untuk mengarahkan tingkah lakunya. Guru sangat beperan dalam membimbing siswa dalam pross belajar sehingga tercapai tujuan yang diinginka. Adapun prinsip-prinsipbelajar menurut Skinner adalah:[10]
1)   Hasil belajar harus segera diberitahukan pada siswa, jika salah dibetulkan dan jika benar wajib diberi penguat.
2)   Proses belajar harus mengikuti irama dari yang belajar, materi pelajaran sebagai system modul.
3)   Tingkah laku yang diinginkan pendidik diberi hadiah yang sesuai dan pemberiannya itu dengan menggunakan daftar penguatan.
4)   Lebih dipentingkan aktivitas sendiri dalam proses belajar, tidak digunakan hukuman.
5)   Dalam pembelajaran digunakan ide shaping/pembentukan atau metode perkiraan yang silih berganti.
6)   Harus ada stimulan aversif, yaitu stimulan yang akan memperkecil kamungkinan diulanginya kesalahan-kesalahan pada masa selanjutnya.

      Perbedaan Pemikiran Para Tokoh Behaviorisme
a)   Teori Clacical Conditioning Pavlov
Teori Clacical Conditioning ini mendasarkan pembelajaran atau proses belajar pada pentingnya mengkondisi stimulus agar terjadi respon. Pengontrolan dan perlakuan stimulus jauh lebih penting dari pada pengontrolan respon. Konsep ini memahami bahwa proses belajar lebih mengutamakan factor lingkungan/eksternal dari pada motivasi internal. Dengan kata lain, penekanannya adalah pada pendidik yang harus memperhatikan cara memberi stimulus ang bermacam-macam dan secara berulang-ulang untuk menghasilkan perilaku yang diinginkan.
b)   Teori Koneksionisme Edward Lee Thorndike
                  Dalam proses belajar, teori ini berpandapat bahwa usaha-usaha coba-coba yang berulang kali dilakukan akan mengakibatkan adanya hubungan antara corak dan situasi masalah dengan respon tertentu yang dibuatnya. Kalau teori Pavlov menekankan pada keharusan guru untuk memberikan rangsangan seaik mungkin, teori koneksionisme menekankan pada usaha siswa secara terus-menerus hingga mengalami suatu kesalahan dan pada akhirnya murid akan belajar dari kesalahan itu untuk mrnghindar dan menghasilkan respon tingkah laku yang diinginkan secara tepat tanpa sadar.
c)    Teori Operant Conditioning Skinner
                  Menurut teori ini, unsure terpentng dalam balajar adalah penguatan (reinforcement) terhadap respon yang dihasilkan oleh siswa setelah mendapat stimulus dari guru dengan adanya pemberian hadiah atau penghargaan kepada perilaku siswa yang benar  dan memberikan tugas tambahan terhadap perilaku siswa yang kurang dari yang diharapkan. Berbeda dengan yang lain, perhatian teori ini adalah pada perlaku yang telah dihasilkan siswa baik itu benar atau salah.

Kesimpulan
Alian Behavorisme adalah corak teori belajar yang memandang bahwa manusia sebagai makhluk reaktif yang memberikan respon terhadap lingkungan dengan berbagai rangsangan yang dihasilkan untuk menuju respon tingkah laku yang diinginkan.
            Teori Pavlov memberikan pengertian bahwa proses belajar itu ditentukan oleh adanya pergantian stimulus yang dinamis sehingga menghasilkan output hasil belajar yang maksimal.
            Teori Thorndike menekankan bahwa untuk mencapai hasil belajar berupa tingkah laku yang diharapkan, siswa perlu melalui beberapa kali kesalahan dalam proses belajar dan kemudian belajar dari kesalahan itu untuk memperoleh keberhasilan dalam belajar.
            Pada teori Skinner, proses belajar itu memperhatikan respon dan stimlus dengan memberikan penguatan berupa hadiah atau penghargaan teradap siswa yang belajar baik dan segera menegur atau membenarkan ketika siswa membuat kesalahan. Hal ini akan menjadi penekanan pada anak didik supaya lebih baik lagi dalam belajar.
*Makalah dalam perkuliahan Teori-Teori Belajar, atas bimbingan Bapak Muhammad Thohir, S.Pd.I, M.Pd.





[1] Umi Mahmudah, Abdul Wahab Rosyidi, Active Learning Dalam Pembelajaran Bahasa Arab,             ( Malang: UIN Malang Press 2008), hal 38-39.
[2] Baharuddin, Esa Nur Wahyuni, Teori Belajar dan Pembelajaran, (Yogyakarta: Ar Ruzz Media, 2008), hal 58.
[3] http: //dosen.wordpress.com/2008/09/07/teori-behaviorisme
[4] Nana Sujana, Teori-Teori Belajar untuk Pengajaran, (Yoyakarta: Fakultas Ekonomi UI,1991), hal 71-72.
[5] Rtna Wilis Dahar, Teori-Teori Belajar, (Jakarta: Erlangga, 1989), hal 24.
[6] http://dexzrecc.wordpress.com/2009.01/03/tokoh-behaviorisme
[7] Nana Sudjana, Teori-Teori Belajar untuk Pengajaran, op.cit, hal 63.
[8] Baharuddin, Esa Nurwahyuni, Teori Belajar dan Pembelajaran, (Yogyakarta: Ar Ruzz Media, 2008), hal 60-62.
[10] Umi Mahmudah, Abdul Wahab Rosyidi, Active Learning Dalam Pembelajaran Bahasa Arab,             ( Malang: UIN Malang Press 2008), hal 43-45.


0 Comments

Posting Komentar

Copyright © 2009 TANPA BATAS All rights reserved. Theme by Laptop Geek. | Bloggerized by FalconHive.