0

SEBUAH PENGALAMAN MENGAJAR

Posted by Unknown on 07.58 in


PPL II: Praktek Pengalaman Lapangan ke II
            Saat-saat yang menegangkan akhirnya tiba. Semuanya terjadi di luar dugaan, pelaksanaan PPL II ternyata diajukan. Kalau tahun yang lalu dilaksanakan pada liburan semester VII, maka sekarang diajukan pada liburan semester VI, sungguh mahasiswa PBA angkatan 2007 menjadi sebuah kelinci percobaan. Pelaksanaan PPL yang diajukan itu juga menyalahi kesepakatan dan keputusan Lembaga Penelitian IAIN Sunan Ampel. Rencananya, pihak LEMLIT menjadwalkan KKN pada liburan semester VI, yaitu kegiatan KKN yang harus diikuti semua fakultas. Akhirnya, disaat fakultas yang lain melaksanakan KKN/Kuliah Kerja Nyata, mahasiswa Tarbiyah melakukan kegiatn PPL sendirian. Setelah itu barulah pada liburan semester VII fakultas Tarbiyah akan melakukan kegiatan KKN yang terbatas hanya satu fakultas.
            PPL adalah kepanjangan dari Praktek Pengalaman Lapangan II yang merupakan kelanjutan dari Mata Kuliah PPL I / Micro Teaching. Dalam kegiatan ini mahasiswa benar-benar diuji untuk bisa bagaimana menerapkan semua teori-teori dalam pendidikan serta segala segala perangkat pembelajaran yang telah diajarkan. Sebut saja ada mata kuliah Ilmu Pendidikan, Teori Belajar, Ilmu Bahasa, Ilmu Jiwa Belajar Bahasa, MPDP Bahasa Arab, Evaluasi Pendidikan, Pengembangan Kurikulum dan sebagainya. Kesemuanya itu ternyata mudah sekali dipelajari dan dipahami akan tetapi ketika berada di lapangan, kita sulit menerapkannya. 

Pesiapan Pelaksanaan PPL II
            Pelaksanan PPL II segera dimulai, libur semester yang seharusnya 2 bulan menjadi 2 minggu saja. Pada tanggal 8 Juli 2010, semua mahasiswa tarbiyah hadir di kampus IAIN Sunan Ampel Surabaya untuk mengetahui kelompok masing-masing dan nama sekolah dimana mereka ditempatkan. Penulis sendiri tercantum dalam kelompok 55 yang merupakan gabungan dari jurusan KI (Kependidikan Islam) dan PBA (Pendidikan Bahasa Arab). Anggotanya antara lain; Muhammad Rouf (PBA/Penulis sendiri), Ahmad Fahruddin (PBA), Ahmad Suparni (PBA), Lina Nurmayanti (PBA), Mifta Auliana Nashikha (KI), Sholikhatul Atiya (KI), Siti Su’ama’ (KI), Rif’atun Ni’marokha (KI) dan Muhammad Anas Hidayat (KI). Kami ditempatkan pada sebuah sekolah yang sangat asri dan minimalis di Surabaya, yaitu di SMA Maryam Surabaya yang berada dibawah naungan Yayasan Taman Pendidikan Islam “Maryam”. Sedangkan dosen pembimbing lapangan kami adalah Bapak Drs. Afif Azhari, M. Fil.I yang juga adalah dosen jurusan PBA. Beliau sangat sabar dan intens dalam membimbing kami, walaupun sudah lanjut usia.
            Pelaksanaan PPL dimulai dengan berbagai kegiatan persiapan. Pertama, pada tanggal 9 Juli 2010 semua kelompok PPL yang telah dibentuk dikumpulkan dalam kelas dan mendapat pembekalan dari dosen pembimbing lapangan. Ada yang dijelaskan secara detail proses PPL-nya, tapi ada juga yang hanya mendapatkan salam hangat saja, setelah itu langsung bubar (seperti yang dilakukan Pak Afif). Persiapan kedua adalah survei lokasi sekaligus penyerahan mahasiswa PPL kepada pihak sekolah yang bersangkutan, itu dilakukan pada tanggal 12 Juli 2010. Pada hari itu, kami diterima dengan hangat oleh Bapak Drs. Muhammad Imron (kepala SMA Maryam) dan Ibu Ida (Wakasek Kurikulum)  serta Bapak Drs. Muslimin (Guru PAI). Setelah itu datanglah Bapak Mambaul Ulumiddin M.Pd.I yang menemani kami bersenda gurau dan menceritakan pengalamaannya selama kuliah di IAIN. Berkat Pak Ulum, suasana tegang dan formal menjadi cair dan akrab. 

Minggu Pembukaan yang Manis
            Bel masuk sekolah adalah pukul 06.30 WIB pagi  dan berakhir pada pukul 14.00 WIB siang hari. Itu berlangsung selama dua bulan, Seperti kembali ke dunia  sekolah, kita diharuskan bangun pagi tiap hari dan dipaksa mengikuti sejumlah pelajaran yang menggunung di kelas. Satu minggu pertama tidak ada pekerjaan signifikan yang kami lakukan. Mungkin hanya standby di kantor atau ruang guru yang sempit, karena harus dibagi dengan perpustakaan, ruang multimedia dan ruang kesenian. Selain itu, kami juga harus mengontrol kelas jangan sampai ada yang kosong tanpa diisi materi. Kekosongan kegiatan kami itu dikarenakan masih menunggu jadwal terbaru dari Waka Kurikulum, maklum tahun ajaran baru banyak guru baru dan ditambah lagi jadwal untuk mahasiswa PPL. Akan tetapi hal itu tidak membuat kami kekurangan aktifitas, karena selama tiga hari kami terlibat dalam kegiatan MOS (Masa Orientasi Siswa Baru). Kami bekerja sama dengan pengurus OSIS SMA Maryam dan mendapatkan tugas menyampaikan materi Motivasi. Kami sangat senang, karena para siswa antusias dalam menerima materi itu, walau terkesan kami asal-asalan dalam menyampaikannya. Kami mengawalinya dengan Ice Breaking, lalu menyampaikan motivasi dan kemudian kita akhiri dengan game. Pada ending-nya, kita juga memberikan hadiah menarik untuk para pemenang game dan penanya terbaik. Untuk ukuran anak kecil, hal itu sangat menyenangkan kali ya.....

Minggu-Minggu yang Menyibukkan
            Pada minggu kedua, jadwal pelajaran selama satu minggu telah siap. Tiba saatnya perang bagi kami, para calon guru. Agaknya, dalam minggu berikutnya bersamaan dengan datangnya bulan puasa, jadi tantangan menjadi semakin berat. Kalau di minggu pertama kita masih bisa makan bareng di kantin, maka diminggu ke dua dan seterusnya tidak ada yang namanya makan bakso dikantin atau minum es degan yang segar.
            Sebelum mengajar, kami harus menyiapkan sejumlah perangkat pembelajaran yang menjadi acuan dalam mengajar di kelas. Antara lain Rencana Pekan Efektif, Program semester, Program Tahunan, Silabus, RPP, dan sebagainya. Secara teoritis, seharusnya semua perangkat itu harus selesai dan siap sebelum kami melaksanakan proses pembelajaran yang pertama, serta menyerahkannya kepada guru pamong pada setiap minggu sebelum mengajar. Akan tetapi tanggapan dari guru pamong berbeda, mereka justru memberikan kelonggaran kepada kami, untuk dapat menyiapkan seluruh perangkat tadi di akhir PPL saja. Hal itu justru menjadikan kami seakan merasa kiamat masih jauh, sehingga kamipun mengajar tanpa perangkat persiapan mengajar sebelumnya.
            Dalam pelajaran Bahasa Arab, ada dua sub bab/wihdah yang harus kami ajarkan kepada para murid yang masih masuk dalam Bab I. Selama kurang lebih dua bulan, kami harus mengajarkan materi tersebut kepada anak-anak didik. Masing-masing wihdah terdiri dari empat maharah yang meliputi Maharah Kalam, Maharah Qiraah, Maharah Kitabah dan Maharah Istima’. Selama dua bulan tersebut kurang lebih ada enam pertemuan, sebisa mungkin, penulis membagi materi tersebut kedalam waktu yang telah ada. Akan tetapi apa mau dikata, target tersebut tidak dapat terpenuhi.
            Pada minggu ketiga sampai ke enam tidak ada waktu yang terbuang. Semua teman-teman serius dalam menyiapkan materi yang akan diajarkan, termasuk penulis juga. Untuk pelajaran bahasa Arab, teman-teman PBA agak kesulitan dalam menyampaikan materi, karena kurangnya ada imbal balik yang positif dari para siswa. Sempat juga penulis marah pada para siswa, karena tidak diperhatikan dan tugas yang diberikan tidak dikerjakan, ternyata menjadi seorang guru itu gampang-gampang susah. Sesekali kita menggunakan obrolan santai dalam mengajar. Pada akhir-akhir pertemuan, kami memberikan Imtihan/Ujian untuk memberikan nilai kepada mereka. Itu semua berjalan sampai kurun waktu dua bulan. Semua kegiatan KBM berjalan pada bulan puasa, rasanya berat sekali. Tapi kami tidak menyerah, karena ini adalah suatu kewajiban dan pembelajaran bagi seorang calon Guru. Susah ataupun senang harus kita jalani.

Deskripsi Tipologis SMA Maryam
            ­­SMA Maryam yang berada dalam naungan Ma’rif adalah sekolah yang berbeda dengan sekolah pada umumnya. Jumlah lima kelas dengan kelas X sekitar 30 siswa dan kelas XI dan kelas XII sejumlah 12 siswa per-kelas membuat sekolah ini tampak sederhana. Sebagian besar siswa berasal dari SMP Maryam sendiri, sebagian yang lain berasal dari sekolah umum dan hanya sebagian kecil saja yang berasal dari pesantren. Terutama dalam bidang bahasa Arab mereka masih lemah di semua maharah.
            Para pengajar di SMA Maryam secara kredibilitas sudah tidak diragukan lagi. Seperti contoh Bapak Mamba’ul Ulumiddin yang bergelar Magister, Bapak Muslimin  S.Ag. yang juga merupakan pimpinan yayasan Maryam sekaligus pengurus Yayasan Ma’arif serta Bapak Mustadi M.Pd yang juga seorang ulama’ ternama. Mereka adalah contoh kecil dari sekian banyak guru yang kredibel lainnya di SMA Maryam. Walaupun sekolah swasta, kualitas tenaga pendidiknya bisa diandalkan.
            Hal yang menjadi tantangan adalah semangat siswa SMA Maryam dalam belajar. Hampir semua siswa tergilas oleh derasnya budaya pergaulan perkotaan yang cenderung bebas dan kurang mengindahkan tata krama. Dari penampilan, cara bicara dengan guru dan cara mereka bergaul dengan sesama teman, kurang mencerminkan sikap/etika pelajar muslim yang baik. Mereka datang ke sekolah seakan-akan hanya memenuhi absensi dan menyenangkan kedua orang tuanya, sehingga kurang ada tuntutan dan target dari mereka. Semuanya menjadikan suasana belajar kurang produktif. Dalam pelajaran umum hal ini tidak begitu terasa, teutama untuk mata pelajaran UNAS, sedangkan untuk pelajaran agama ( Aqidah, fiqih, Qurdist, SKI, Bahasa Arab) sangat terasa kurang hidupnya suasana belajar yang kondusif di kelas. Mungkin saja, karena mata pelajaran tersebut tidak di ujikan dalam UNAS. Selain iitu, ilmu agama dipandang kurang prospektif dalam dunia kerja nantinya. Jadi, membangkitkan semangat siswa dalam belajar ilmu agama ini menjadi pekerjaan rumah utama guru guru agama.

Sebuah Sumbangan Pemikiran
            Dalam mengatasi masalah di atas, ada beberapa solusi yang mungkin dapat dijadikan alternatif dalam menuju SMA Maryam lebih baik. Pertama, dalam mendidik putra-putrinya seyogyanya para guru memberikan contoh cara bercakap yang baik antara guru dengan murid. Guru harus dapat memposisikan dirinya sesuai konteks pembicaraan, ketika waktu mangajar dan ketika berada di luar jam pelajaran. Guru harus meminimalisir penggunaan bahasa jawa ngoko di sekolah dan diperbanyak menggunakan bahasa Indonesia saja. Bisa saja dalam suasana non-formal menggunakan bahawa jawa, tetapi untuk pembicaraan siswa kepada guru harus menggunakan bahasa krama inggil kepada gurunya.
Kedua, dalam mengajar para guru harus dapat membawa siswa dalam suasana belajar yang kondusif. Memang, melihat tipical siswa SMA Maryam sangat sulit diatur, terutama siswa kelas XI dari pada yang lain. Untuk itu, sangat perlu para guru mencari metode pembelajaran yang aktif dan menyenangkan bagi para siswa. Tipe siswa seperti ini sangat tidak senang apabila pembelajaran hanya berupa ceramah satu arah. Caranya bisa sesekali guru mengajak siswa bejajar keluar kelas, membentuk siswa ke dalam beberapa kelompok kemudian berdiskusi, memberikan hadiah dan hukuman atas pertanyaan yang diberikan, menggunakan media pembelajaran yang bermacam-macam sehingga dapat merangsang motorik anak dan lain sebagainya. Sesegera mungkin sistem pembelajaran klasik yang satu arah harus secepatnya ditinggalkan menuju pembelajaran aktif (active learning) yang menyenangkan.
Ketiga, masalah fasilitas pendidikan di SMA Maryam. Melihat jumlah siswa yang tidak terlalu banyak, kurang lebih 75 siswa seharusnya sekolah tidak memerlukan biaya yang terlalu besar dalam melengkapi fasilitas belajar siswa. Berbeda dengan SMP-nya yang memiliki fasilitas lengkap dan banyak peminatnya. Idealnya pada tiap kelas harus ada LCD lengkap dengan proyektor dan audionya. Selain itu, ruang perpustakaan harus steril dari fasilitas yang lain. Ruang multimedia yang berada di dalam perpus bisa dipindahkan di laboritorium komputer. Kemudian ruang alat kesenian juga perlu ditaruh di ruang khusus, sehingga tidak mengganggu aktifitas perpustakaan. Selain itu ruang guru juga, sekarang masih menyatu dengan perpustakaan. Sekali lagi, perlu diadakannya penambahan lokal/ruang untuk itu. Melihat kondisi sekolah yang sempit untuk SMA, mungkin bisa diadakan loby dengan pihak SMP untuk membagi ruangnya. Masalah biaya, sekolah bisa menyusun kepanitiaan untuk pembangunan tersebut, kemudian memohon bantuan ke pihak-pihak terkait, dalam hal ini Dinas Pendidikan, Pemkot, Pemprov dan orang tua siswa. Memang diperlukan kerja sama yang baik dari semua pihak. Apabila itu semua bisa sukses, kedepan SMA Maryam akan menjadi berkualitas dan menghasilkan lulusan yang kompetitif dan akhirnya SMA Maryam tidak akan sepi peminat.
Wallahu A’lam bi Al-Shawab


0 Comments

Posting Komentar

Copyright © 2009 TANPA BATAS All rights reserved. Theme by Laptop Geek. | Bloggerized by FalconHive.