2
SEJARAH PERKEMBANGAN TASAWUF
Posted by Unknown
on
10.55
in
Makalah
Muhammad Rouf dkk.
Pendahuluan
Tasawuf adalah
cabang ilmu dalam Islam yang menekankan dimensi atau aspek spiritual dari
Islam. Spiritualitas ini dapat mengambil
bentuk yang beraneka ragam di dalamnya. Dalam kaitannya dengan manusia,
tasawuf lebih mengedepankan aspek rohaninya dari pada aspek jasmaninya. Dalam
kaitannya dengan kehidupan, ia lebih menekankan kehidupan akhirat dari pada
kehidupan dnia yang fana, sedangkan dalam kaitannya dengan pemahaman keagamaan,
ia lebih menekankan aspek esoterik dari pada eksoterik, lebih menekankan
penafsiran bathini dari pada penafsiran lahiriyah.
Dalam makalah ini
akan dibahas mengenai sejarah perkembangan tasawuf dari awal kelahirannya
hingga sampai di Indonesia. Antara lain; Pengertian tasawuf, tujuan tasawuf,
dasar-dasar tasawuf, tujuan tasawuf, sejarah perkembangan tasawuf dari
kelahirannya, perkembangan di dunia Islam dan perkembangannya di Indonesia. Di
dalamnya disertai dengan nama-nanma tokoh yang dihsilkan pada tiap-tiap fase
perkembangan tasawuf. Dari pembahasan pemakalah, kami sadari masih banyak
sekali kekurangan. Oleh karena itu, kapada para pembaca sangat diharapkan
sumbangan pemikirannya demi tersempurnakannya makalah ini lebih baik lagi.
A.
Pengertian Tasawuf
Secara
lughat, tasawuf berasal dari bermacam-macam kata. Apabila kita perhatikan dari
bahasa arab, maka kata tasawuf berasal dari tasrif: tasawwaf-yatasawwafu-tasawwufan.
Misalnya, tasawwafar-rajulu, artinya “seorang laki-laki sedang
bertasawuf”.[1]
Di
lihat dari aspek bahasa, tasawuf adalah sikap mental yang selalu memelihara
kesucian diri, beribadah, hidup sederhana, rela berkorban untuk kebaikan, dan
selalu bersikap bijaksana. Sikap dan jiwa yang demikian itu pada hakikatnya
merupakan akhlak mulia.
Adapun pengertian tasawuf dari segi istilah atau pendapat
para ahli amat bergantung kepada sudut pandang yang digunakannya masing-masing.
Selama ini ada tiga sudut pandang yang digunakan para ahli untuk mendifinisikan
tasawuf, yaitu sudut pandang manusia sebagai makhluk terbatas, manusia sebagai
makhluk yang harus berjuang, dan manusia
sebagai makhluk yang ber-Tuhan. Jika dilihat dari sudut pandang manusia sebagai
makhluk yang terbatas, maka tasawuf dapat didefinisikan sebagai upaya
mensucikan diri dengan cara menjauhkan pengaruh kehidupan kehidupan dunia, dan
memusatkan perhatian hanya kepada Allah SWT.
Selanjutnya jika sudut pandang yang
digunakan manusia sebagai makhluk yang harus berjuang, maka tasawuf dapat
didefinisikan sebagai upaya memperindah diri dengan akhlak yang bersumber dari
ajaran agama dalam rangka mendekatkan diri kepada Allah SWT. Dan jika sudut
pandang yang digunakan manusia sebagai makhluk yang ber-Tuhan, maka tasawuf
dapat didefinisikan sebagai kesadaran fitrah (ke-Tuhanan) yang dapat
mengarahkan jiwa agar tertuju pada kegiatan-kegiatan yang dapat menghubungkan
manusia dengan Tuhan.[2]
B. Dasar-Dasar
Tasawuf
1. Dasar Al-Quran
Dalam hal ini, tasawuf pada
awal pembentukannya adalah manifestasi akhlak atau keagamaan. Moral keagamaan
ini banyak disinggung
dalam al-Quran dan As-Sunnah. Dengan demikian, sumber pertama tasawuf adalah
ajaran-ajaran islam, sebab tasawuf ditimba dari al-quran dan as-sunnah, dan
amalan-amalan serta ucapan para sahabat tentu saja tidak keluar dari ruang
lingkup Al-Quran dan As-Sunnah. Dengan begitu, justru dua
sumber utama tasawuf adalah adalah al-Quran dan as-Sunnah itu sendiri.
2. Dasar Hadits
Sejalan dengan apa yang telah
disitir dalam al-Qur’an, sebagaimana dijelaskan di atas, ternyata tasawuf juga
dilihat dalam kerangka hadits.[3]
Umumnya yang dinyatakan sebagai landasan ajaran tasawuf adalah hadits
berikut:
من عرف نفسه فقد
عرف ربه
Artinya:
“Barang sisapa yang mengenali dirinya, niscaaya ia akan mengenai Tuhannya” (Al- Hadits).
C. Tujuan Tasawuf
Ilmu
tasawuf itu adalah tuntunan yang dapat membawa manusia kepada mengenal Tuhan
dengan sebenar-benarnya, yaitu ma’rifat. Ma’rifat ini adalah merupakan jalan atau
tarekat yang terbaik dengan akhlak yang seindah-indahnya dan jauh lebih baik dari hikmah lahiriyah semata. Maka dari itu,tujuan dari tasawuf
itu tiada lain adalah membawa manusia setingkat demi setingkat menuju
lebih dekat kepada Tuhannnya.[4]
D. Sejarah Pekembangan Tasawuf
- Kelahiran Tasawuf
Kelahiran tasawuf sendiri memiliki banyak fersi.
Secara historis, yang pertama kali menggunakan istilah tasawuf adalah seorang
zahid (acsetic) yang bernama Abu Hasyim Al-Kufi dari Irak (w.150 H). Ada
anggapan bahwa lahirnya ilmu tasawwuf bukan bersamaan dengan lahirnya Islam,
tetapi lahirnya tasawuf itu merupakan perpaduan dari bebagai ajaran agama.[7]
a)
Anggapan
Adanya Pengaruh Ajaran Non Islam
1)
Pengaruh
ajaran Kristen, yaitu adanya tulisan –tulisan tentang rahib-rahib yang
hidup menjauhi dunia dan mengasingkan diri di Padang pasir Arabia atau menempati biara-biara.
2)
Pengaruh
ajaan Hindu dan Budha
·
Ajaran
Hindu banyak mendorong umatnya untuk meninggalkan kehidupan dunia untuk lebih
mendekattkan diri dengan Tuhannya untuk mencapai Atman dengan Brahman.
·
Ajaran
Budha tentang nirwana, untuk mencapainya seorang budha diawajibkan meninggalkan
kehidupan duniawi dan memasuki hidup kontemplasi.
Dalam tasawuf dikenal dengan konsep fana’.
3)
Pengaruh
filsafat mistik phytagoras, yaitu kesenangan ruh yang sebenarnya adalah berada di alam samawi. Maka untuk memperolehnya, manusia
harus membersihkan ruh dengan meninggalkan kehidupan material. Dalam tasawuf
dikenal dengan zuhud.
4)
Pengaruh
filsafat emanasi Plotinus, dalam konsep emanasi dijelaskan bahwa Dzat
Tuhan Yang Maha Esa-lah yang memancar dari dalam wujud ini. Ruh berasal dari
Tuhan dan akan kembali kepadaNya. Dalam tasawuf dikenal dengan wahdatul
wujud.
b)
Lahirnya
Tasawuf Bersamaan dengan Lahirnya Agama Islam
Anggapan yang kedua adalah bahwa tasawuf atau sufisme
itu lahir dari agama Islam sendiri. Hal ini bisa dlihat dari ayat Al-Qur’an
maupun hadits tentang ajaran tasawuf. Dalam surat
Al-Baqarah: 115 dijelaskan, “Dan kepunyaan Allah-lah arah timur dan barat,
maka kemanapun kalian mengarahkan (wajah kalian), di situ ada
wajah Allah”. Dalam ayat lain Allah juga menerangkan, “Telah Kami
ciptakan manusia dan kami mengetahui apa yang dibisikkan olehnya. Kami lebih
dekat kepada manusia ketimbang pembuluh darah yang ada pada lehernya”. ( Q.S.
Qaff: 16). Selain itu, dalam hadits yang diriwayatkan Imam Bukhari juga
disebutkan hal serupa, yang artinya “Jika seorang hamba mendekatiKu
sejengkal, Aku akan mendekatinya sehasta, jka ia medekatiKu sehasta, niscaya
Aku akan mendekatinya sedepa, dan jika ia mendekatiKu datang dengan berjalan,
niscaya Aku akan mendatanginya dengan berlari”.
Selain dalil diatas, masih banyak lagi ayat Qur’an maupun
hadits yang dijadikan dasar tasawuf oleh para sufi. Oleh karena itu, terlepas
dari adanya pengaruh dari luar atau tidak, Islam sendiri mengajarkan sufisme.
Ini berarti kelahiran tasawuf bersamaan dengan lahirnya Islam sendiri.
- Perkembangan Tasawuf di Dunia Islam
Secara historis, tasawuf telah mengalami banyak
perkembangan melalui beberapa tahap sejak pertumbuhannya hingga sekarang. Pada
sejarah umat Islam, ada peristiwa tragis,
yaitu terbunuhnya khalifah Usman bin Affan. Dari peristiwa itu, terjadi
kekacauan dan kemerosotan akhlak. Akhirnya para ulama’ dan para sahabat yang
masih ada,
berpikir dan berikhtiar untuk membangkitkan kembali ajaran Islam, mengenai
hidup zuhud dan lain sebagainya. Inilah
yang menjadi awal timbulnya benih tasawuf ang paling awal.[8]
1.
Abad I dan
II Hijriyah
Pada tahap ini, tasawuf masih berupa zuhud.
Yaitu ketika sekelompok kaum muslim memusatkan perhatian dan
memprioritaskan hidupnya pada pelaksanaan ibadah untuk mengejar kepentingan
akhirat. Tokohnya antara lain:
·
Al-Hasan
Al-Bashri (w. 110 H)
·
Rabi’ah Al-Adawiyah (w. 185 H).
2.
Abad III
dan IV Hijriiyah
Pada
abad ketiga dan keempat disebut sebagai fase tasawuf. Praktisi
kerohanian yang pada masa permulaan abad ketiga hijriyah mendapat sebutan shufi.
Hal itu dikarenakan tujuan utama kegiatan ruhani mereka tidak semata – mata
kebahagian akhirat yang ditandai dengan pencapaian pahala dan penghindaran
siksa, akan tetapi untuk menikmati hubungan langsung dengan Tuhan yang didasari
dengan cinta. Cinta Tuhan membawa konsekuensi pada kondisi tenggelam dan mabuk
kedalam yang dicintai ( fana fi al-mahbub ). Kondisi ini tentu akan
mendorong ke persatuan dengan yang dicintai ( al-ittihad ). Di sini
telah terjadi perbedaan tujuan ibadah orang-orang syariat dan ahli hakikat.
Pada
fase ini berdiri lembaga pendididkan yang
khusus mengajarkan pendidikan cara hidup sufisik dalam bentuk tarekat.
Kemudian dari beberapa tokoh lain muncul istilah fana`,
ittihad dan hulul. Fana adalah suatu kondisi dimana seorang
shufi kehilangan kesadaran terhadap hal-hal fisik ( al-hissiyat). Ittihad
adalah kondisi dimana seorang shufi merasa bersatu dengan Allah sehingga
masing-masing bisa memanggil dengan kata aku ( ana ). Hulul
adalah masuknya Allah kedalam tubuh manusia yang dipilih.[9] Tokoh-tokohnya adalah:
·
Abu Yazid Al-Busthami (w.261 H)
·
Al-Junaid
·
Al-Sari Al-Saqathi
·
Al-Kharraz
·
Al-Hussain bin Manshur Al-Hallaj (w. 309 H)
3.
Abad V Hijriyah
Fase ini disebut sebagai fase konsolidasi yakni
memperkuat tasawuf dengan dasarnya yang asli yaitu al-Qur`an dan al-Hadits atau
yang sering disebut dengan tasawuf sunny yakni tasawuf
yang sesuai dengan tradisi (sunnah) Nabi dan para sahabatnya. Fase
ini sebenarnya merupakan reaksi terhadap fase sebelumnya dimana tasawuf sudah
mulai melenceng dari koridor syari’ah atau tradisi (sunnah) Nabi dan
sahabatnya. Tokoh yang paling terkenal
adalah Abu Hamid al-Ghazali (w. 505 H) atau yang lebih dikenal dengan al-Ghzali
yang menjadi acuan para tokoh sufi
lainnya. Tokoh tasawuf pada fase ini
adalah:[10]
·
Abu Hamid al-Ghazali (w. 505 H)
·
Syaikh Ahmad Al-Rifa’i (w. 570 H)
·
Syaikh Abdul Qadir Al-Jilani (w. 651 H)
·
Syaikh Abu Hasan Al-Syadzili (w. 650 H)
·
Abu Al-Abbas Al-Mursi (w.686 H)
·
Ibn Atha’illah Al-Sakandari (w. 709 H)
4.
Abad VI Hijriyah
Fase ini ditandai dengan munculnya tasawuf
falsafi yakni tasawuf yang memadukan antara rasa ( dzauq ) dan rasio (
akal ), tasawuf bercampur dengan filsafat terutama filsafat Yunani. Pengalaman
– pengalaman yang diklaim sebagai persatuan antara Tuhan dan hamba kemudian
diteorisasikan dalam bentuk pemikiran seperti konsep wahdah al-wujud
yakni bahwa wujud yang sebenarnya adalah Allah sedangkan selain Allah hanya
gambar yang bisa hilang dan sekedar sangkaan dan khayalan. Dalam aliran ini
para sufi lebih mengarahkan tasawuf pada “kebersatuan” dengan Allah. Perhatian
mereka sangat tertuju pada aspek ini, sedangkan aspek praktik nyaris terabaikan.
Para tokohnya antara lain:[11]
·
Muhyiddin Ibn Arabi atau yang lebih dikenal dengan Ibnu Arabi ( 560 – 638
H.) dengan konsep wahdah al-Wujudnya.
·
Al-Syuhrawardi Al-Maqtul (549 – 587 H.) dengan konsep Isyraqiyahnya.
·
Umar ibn Al-Faridh (w. 632 H)
·
Abd Al-Haqqi ibn Sabi’in (w. 669 H)
- Perkembangan Tasawuf di Indonesia
Islam
masuk ke Indonesia pada abad pertama Hijriah yang dibawa oleh para pedagang
dari luar, termasuk dari Arab. Kemudian Islam di Indonesia mengalami pasang
surut seolah-olah menghilang beberapa abad lamanya. Tetapi, pada abad ke-11 M,
Islam menampakkan kekuasaannya lagi di Indonesia lewat paham Syi’ah, kemudian
pada abad ke-13 berubah lagi menjadi aliran Syafi’iyah.
Muncul
pertanyaan, kapan tasawuf masuk ke Indonesia? Di Indonesia, tasawuf muncul
dalam bentuk Tarekat, misalnya Tarekat Qadiriyah berasal dari Baghdad,
Naqsabandiyah dar Turkistan, dan Sattariyah dari Makkah, berikut penulis akan
coba memaparkan beberapa tokoh tasawuf dari Indonesia, antara lain: [12]
1.
Perkembangan
Tasawuf di Pulau Jawa
Di akhir abad ke XV Masehi,
tepatnya pada tahun 1479 M, berdirilah kerajaan Islam yang pertama di pulau
Jawa (di Demak, Jawa Tengah), dengan rajanya yang pertama adalah Raden Patah,
maka tercatat dalam sejarah bahwa semenjak itu pula tersebarnya ajaran
tasawuf.
Penyebaran agama Islam di
pulau Jawa, tidak terlepas dari usaha para wali yang dikenal dengan nama “Wali
Songo”, dengan menggunakan pendekatan mistik, yang di dalamnya diisi ajaran
tasawuf.
Dalam perkembangan Tasawuf di
Pulau Jawa, hampir sama pula dengan keadaan yang dialami oleh masyarakat Islam
di pulau lain, dimana mereka dihadapkan kepada dua aliran tasawuf yang
bertentangan; yaitu aliran Sunni (Salaf) dan aliran Falsafi, sebagai aliran
yang sudah berkembang di Jazirah Arabiyah dan sekitarnya.
Ajaran tasawuf yang bercorak
Sunni dan Falsafi di pulau Jawa, tetap dianut oleh masyarakat. Tetapi pada
perkembangan selanjutnya, tasawuf yang bercorak Falsafi inilah yang mengarah
kepada aliran kebatinan, sesuai kenyataan sekarang ini. Tentu saja aliran ini,
sudah dimasuki oleh unsur-unsur kepercayaan lain yang pernah dianut oleh
masyarakat Jawa sebelumnya. Sehingga mewujudkan suatu bentuk lain, yang disebut
aliran kebatinan dan kepercayaan.
Tetapi aliran tasawuf yang
beraliran Sunni, tetap dikembangkan oleh masyarakat Muslim, dengan tidak
meninggalkan unsur-unsur keislamannya. Hanya saja, pada perkembangan selanjutnya, tasawuf yang bercorak
Sunni ini diajarkan lewat Tarekat yang dianggap Mu’tabarah oleh Ulama
Tasawuf Indonesia.
2. Perkembangan
Tasawuf di Pulau Sumatera
Perkembangan
tasawuf di Sumatera, tidak terlepas dari upaya maksimal para ulama Shufi yang
bermukim di beberapa daerah di pulau tersebut, untuk mengembangkan
ajarannya. Ulama-ulama Shufi yang sangat berpengaruh di Sumatera.
Antara lain;
a.
Syekh
Hamzah Pansuri
b. Syekh Syamsuddin
bin abdillah As-Sumatraniy
c.
Syekh
Abdur Rauf bin Ali Al-Fansuri
d.
Syekh
Abdus Shamad Al-Falimbani
3. Perkembangan
Tasawuf di Pulau Kalimantan
Perkembangan
tasawuf di Kalimantan, sama halnya di pulau lain di Nusantara, dimana ulama
yang bermukim di sana, berupaya semaksimal mungkin untuk menyebarkan ajaran
tasawufnya, melalui dakwahnya, buku-buku karangannya, maupun melalui
Tarekatnya.
Salah
seorang Shufi yang terkemuka di Kalimantan Barat adalah Syekh Ahmad Khatib
As-Sambasi. Kemudian kita meninjau lagi perkembangan tasawuf di Kalimantan
Selatan; antara lain dikembangkan oleh Syekh Muhammad Nafis bin Idris bin
Husein Al-Banjari.
Ulama-ulama
inilah yang membekali Ilmu Tasawuf yang
sangat luas kepada Syekh Muhammad Nafis, sehingga ia mendapatkan pengakuan yang
tinggi oleh masyarakat luas di kalimantan selatan, dengan gelar Al-‘Alimul
‘Allamah Wal Fahhamah.
4. Perkembangan Tasawuf
di Pulau Sulawesi
Perkembangan
tasawuf di Sulawesi, tidak jauh berbeda dengan keadaan di pulau lain, dimana
ajaran tasawuf yang diterimanya, ada yang bercorak Sunni dan ada pula yang
bercorak Falsafi. Dan yang sangat disayangkan, karena kebanyakan penganut
tasawuf Falsafi mencampur-baurkan ajaran tasawuf dengan ilmu hitam (guna-guna),
sehingga makin membingungkan masyarakat awam. Hal semacam inilah yang membuat
citra tasawuf di masyarakat semakin direndahkan, sehingga sekarang kurang
diminati orang.
Dalam
pembahasan ini, penulis mengemukakan salah seorang Ulama tasawuf dari kesekian
banyak ulama’ yang menekuni ilmu tersebut. Ulama yang dimaksudkan itu adalah
Syekh Tajul Khalwati Al-Makassari; lahir 8 Syawal1036 H. (3 Juli 1629 M.)
Ia
termasuk penganut ajaran tasawuf yang beraliran sunni, yang bermukim di Goa
(Sulawesi Selatan). Dan di sana-sana mula-mula mengajarkan ilmunya kepada
masyarakat, meskipun ia sendiri masih berasakan kekurangan ilmu. Sehingga
selalu bercita-cita hendak merantau ke daerah lain untuk menambah ilmu yang
dimilikinya.[13]
Kesimpulan
Tasawuf adalah bidang kegiataan
yang berhubungan dengan pembinaan mental rohaniah agar selalu dekat dengan
Tuhan Yang Maha Esa.
Mengakui adanya sumber Islam dalam
tasawuf tidak lantas berarti mengingkari pengaruh sumber-sumber asing. Akan
tetapi meletakan pengaruh tersebut pada proporsi yang sebenarnya dan tidak
dibesar-besarkan. Sebaiknya tidak baik apabila terlalu mengedepankan sumber-sumber
asing saja, padahal banyak sekali dalil yang bisa dijadikan acuan dalam
Al-Qur’an dan Al-Hadits.
Bertasawuf bertujuan memperoleh
hubungan secara sadar antara manusia dengan Tuhannya untuk mendekatkan diri
kepadaNya dengan mengikuti konsep-konsep yang ada dalam taasawuf.
Adanya tasawuf menjadi jalan keluar
dari kemelut perpolitikan kaum Muslim yang telah menyebabkan terbunuhnya
Khalifah Usman bin Afffan. Sepeninggal Sang Khalifah, umat Islam saat itu
terlena dengan konflik yang tiada henti dan banyak melakukan kemunkaran.
Secara garis besar, perkembangan
tasawuf baik di dunia Islam maupun di Indonesia sangat dipengaruhi oleh
perkembangan Ilmu pengetahuan dan keadaaan sosial politik umat Islam saat itu.
Alam perkembangannya dapat dibagi dalam tiga bentuk, yaitu tasawuf sunny,
tasawuf amali dan tasawuf falsafi.
Tidak perlu ada pertentangan antara
ajaran tasawuf yang tidak sepenuhnya ada dalam ajaran syariat Islam. Hal yang
penting adalah bagaimana kita bisa selalu berupaya untuk mendekatkn diri kepada
Allah Swt dengan menjadikan syariat Islsam sebagai pedoman untuk mencapai
hakikat.
[1]Rosyid
Anwar, sholihin, Akhlak Tasawuf,(Bandung;
Nuansa2005),hal 150.
[7]
Noer Iskandar Al Barsany, Tasawuf
Tarekat Para Sufi, (Jakarta: PT. Raja Grafindo Persada, 2001), hal
8-14.
[8]
Amin Syukur, Menggugat Tasawuf,
(Yogyakarta: Pustaka Pelajar, 2002), hal 29.
[10] Alwi Syihab, Islam Sufistik;
Islam Pertama dan Pengaruhnya Hingga Kini di Indonesia, (Bandung:
Mizan,2001), hal 32.